Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) meminta pemerintah untuk meringankan beban ekspor kelapa sawit agar produk sawit Indonesia dapat lebih kompetitif di pasar global.
Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono mengatakan, beban ekspor sawit di Indonesia lebih tinggi dibandingkan Malaysia. Menurutnya, beban ekspor yang tinggi ini membuat langkah pengusaha sulit bersaing dengan negara lain, terutama untuk mengekspor ke Amerika Serikat (AS).
“Ternyata dari hitungan yang kami lakukan di Gapki, ternyata beban ekspor untuk produk sawit kita itu tinggi, melebihi dari Malaysia. Jadi beban ekspor kita ada pungutan ekspor, ada lagi bea keluar, kemudian ada lagi DMO [domestic market obligation],” kata Mukti dalam acara Editorial Circle ‘Driving responsible growth for palm oil industry’ di UOB Plaza, Jakarta, Selasa (22/4/2025).
Berdasarkan perhitungan Gapki, beban ekspor Indonesia mampu mencapai US$251 per ton. Kondisi ini berbeda dengan Malaysia dengan beban ekspor sekitar US$140-an per ton.
“Jadi kalau kami dari pengusaha, kalau kita mau bersaing, usulan kami adalah bagaimana agar beban ekspor ini bisa dikurangi, apakah dari PE [pungutan ekspor],” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Dirjen PEN) Kementerian Perdagangan Fajarini Puntodewi mengatakan, beban ekspor sejatinya merupakan kebijakan yang telah dihitung secara komprehensif dan melibatkan berbagai pihak.
Baca Juga
Di samping itu, kata dia, kebijakan ini juga telah memperhatikan kebutuhan dalam negeri. “Karena kan, itu tadi kan untuk replanting dan sebagainya. Jadi, saya akan sampaikan ke pimpinan [terkait pengurangan beban ekspor],” ujar Punto saat ditemui Bisnis.
Lebih lanjut, Punto menyampaikan bahwa umumnya pengenaan PE dikeluarkan berdasarkan harga sehingga sudah ada formula sebelum menetapkan PE.
“Jadi PE yang dikenakan itu nanti berdasarkan harga dan sebagainya. Artinya sudah ada rumusannya sih,” pungkasnya.