Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Buruh Ancam Mogok Nasional, Kekeh Tolak Dasar Penetapan UMP 2023

Buruh yang tergabung dalam KSPI kekeh menolak penetapan UMP atau UMK 2023 dengan mendasarkan pada PP No. 36/2021 tentang Pengupahan.
Presiden KSPI Said Iqbal di lokasi demo buruh di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (6/9/2022) - BISNIS/Annasa Rizki Kamalina.
Presiden KSPI Said Iqbal di lokasi demo buruh di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (6/9/2022) - BISNIS/Annasa Rizki Kamalina.

Bisnis.com, JAKARTA – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) kekeh menolak penetapan upah minimum provinsi maupun kota/kabupaten (UMP/UMK) 2023 dengan mendasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 36/2021 tentang Pengupahan.

Presiden KSPI Said Iqbal menyampaikan beleid yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja tersebut tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum penetapan UMP/UMK 2023 karena UU Cipta Kerja sudah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi.

“Karena PP No. 36/2021 tidak digunakan sebagai dasar hukum, maka ada dua dasar yang bisa digunakan,” kata Said Iqbal, Kamis (17/11/2022).

Menurutnya, dasar pertama adalah menggunakan PP No. 78/2015 tentang pengupahan, yang mana kenaikan upah minimum besarnya dihitung dari nilai inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi. Sedangkan dasar hukum kedua, Menteri Ketenagakerjaan mengeluarkan Permenaker khusus untuk menetapkan UMP/UMK Tahun 2023.

Alasan kedua mengapa PP 36/2021 tidak bisa digunakan, akibat kenaikan harga BBM dan upah tidak naik 3 tahun berturut-turut, menyebabkan daya beli buruh turun 30 persen. Oleh karena itu, daya beli buruh yang turun tersebut harus dinaikkan dengan menghitung inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Menurut Iqbal, ketika menggunakan PP 36/2021, maka nilai kenaikan UMP/UMK di bawah inflasi. Sehingga daya beli buruh akan semakin terpuruk.

Alasan ketiga, inflasi secara umum mencapai 6,5 persen. Oleh karena itu, harus ada penyesuaian antara harga barang dan kenaikan upah.

“Kalau menggunakan PP 36, kenaikannya hanya 2-4 persen. Ini maunya Apindo. Mereka tidak punya akal sehat dan hati. Masak naik upah di bawah inflasi,” ujar Said Iqbal.

Berdasarkan Litbang Partai Buruh memprediksi, pertumbuhan ekonomi bisa berkisar rata-rata 4-5 persen Januari-Desember 2022. Bila inflasi 6,5 persen dan pertumbuhan ekonomi 4-5 persen, yang paling masuk akal angka kompromi kenaikan UMP/UMK adalah di atas 6,5 persen hingga 13 persen.

Dengan kata lain, kenaikannya harus lebih tinggi dari angka inflasi dan ditambah dengan alfa (atau pertumbuhan ekonomi).

Said menegaskan, apabila Menaker memaksakan menggunakan PP Nomor 36 tahun 2021, buruh akan melakukan aksi bergelombang dan membesar, bahkan mogok nasional pada pertengahan Desember. Mogok ini diikuti oleh 5 juta buruh di seluruh provinsi Indonesia.

“Puluhan pabrik akan setop berproduksi, kalau Apindo dan Pemerintah memaksakan. Kami yakin Menteri Tenaga Kerja menggunakan dasar-dasar yang rasional, tidak menggunakan PP No. 36/2021, tetapi PP No. 78/2015 ” pungkasnya.

Dari sisi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), mereka juga tetap kekeh meminta pemerintah, dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), untuk tetap menggunakan PP No.36/2021.

"Terkait dengan UMP 2023, kami mengikuti PP No. 36/2022. Karena itu floor price-nya untuk jaring pengaman sosial," jelas Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani kepada Bisnis di Jakarta, Rabu (16/11/2022).

Bila nantinya besaran UMP 2023 melebihi kemampuan bayar para pengusaha, pihaknya terpaksa mengambil langkah efisiensi, salah satunya PHK.

Sementara itu, Kemenaker sebelumnya telah menegaskan bahwa penetapan upah minimum tetap akan mengacu pada PP No. 36/2021 tentang Pengupahan.

“Enggak [pakai PP No. 78/2015], kan sudah tidak berlaku gara gara ada [UU] Cipta Kerja, tetap pakai PP No. 36/2021,” ujar Staf Khusus Kemenaker Dita Indah Sari kepada awak media, Kamis (10/11/2022).

Adapun Kemenaker bersama Gubernur akan mengumumkan besaran UMP 2023 pada 21 November 2022, yang kemudian diikuti pengumuman UMK 2023 pada 30 November 2022.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper