Bisnis.com, BADUNG - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan konsumsi pemerintah yang mengalami kontraksi sebesar 2,88 persen (year-on-year/yoy) pada kuartal III/2022 disebabkan oleh pengeluaran pandemi Covid-19 yang mulai menurun.
“Jika melihat lebih detail pada belanja pemerintah, penurunan belanja pemerintah ini karena tahun lalu, kuartal kedua dan ketiga pengeluaran kita terutama untuk jaring pengaman sosial dan untuk pengeluaran terkait pandemi biasanya meningkat,” kata Sri Mulyani saat Bloomberg CEO Forum, Jumat (11/11/2022).
Saat itu, dia menuturkan, Indonesia dilanda oleh pandemi Covid-19 varian Delta sehingga pemerintah kembali memperketat PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) dan menambah jaring pengaman sosial melalui bansos.
Namun, Sri Mulyani mengatakan bahwa kualitas belanja masih lebih baik karena digunakan untuk infrastruktur, hingga belanja modal sumber daya manusia lainnya seperti pendidikan.
Selain itu, pemerintah masih memiliki kuartal terakhir tahun ini untuk memaksimalkan belanjanya.
“Kami masih memiliki kuartal terakhir tahun ini di mana ada kesempatan bagi semua kementerian untuk mengejar pengeluaran mereka,” ujarnya.
Baca Juga
Sebagai informasi, anggaran belanja APBN TA 2022 masih tersisa sekitar Rp1.200 triliun. Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengeluaran Negara Made Arya Wijaya sebelumnya menyampaikan, anggaran tersebut akan terserap hingga akhir tahun atau pada kuartal IV/2022.
“Belanja sampai akhir September masih ada alokasi Rp1.200 triliun, tapi sebagai gambaran, data historis menunjukkan transaksi di 3 bulan terakhir trennya selalu berkisar antara Rp900 triliun hingga Rp970 triliun. Ini 5 tahun terakhir datanya,” katanya saat media briefing, Jumat (5/11/2022).
Sisa anggaran tersebut akan digunakan untuk membayar subsidi dan kompensasi energi. Pemerintah juga akan melakukan pembayaran kontrak proyek-proyek yang jatuh tempo pada Desember 2022.
Adapun pada tahun depan, belanja negara akan dilakukan dengan hati-hati. Pasalnya, defisit fiskal diturunkan ke level 2,8 persen dari produk domestik bruto (PDB). Keputusan ini juga sudah disetujui dalam dialog bersama DPR dalam APBN 2023 pada akhir September lalu.