Bisnis.com, JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tercatat tumbuh di 5,72 persen (year-on-year/yoy) di tengah ancaman resesi global menjadi salah satu yang terbaik di antara negara-negara anggota G20. Hal tersebut juga sudah diperkirakan oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia sebelumnya.
Pada kuartal III/2022, realisasi investasi tercatat tumbuh 42,1 persen (yoy) atau sebesar Rp307,8 triliun dari target Rp1.200 triliun pada 2022. Dengan pertumbuhan yang positif tersebut, Bahlil yakin ekonomi Indonesia mampu tumbuh lebih baik lagi dibandingkan kuartal II/2022 yang tercatat sebesar 5,4 persen.
“Di awal saya sudah sampaikan, kemungkinan besar dengan realisasi [investasi kuartal III/2022] yang tumbuh positif dan stabil, ini akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Ini terbukti pertumbuhan ekonomi kita bisa mencapai 5,72 persen,” kata Bahlil dalam konferensi pers ‘Investasi Terus Tumbuh Topang Pertumbuhan Ekonomi’ yang digelar secara virtual, Kamis (10/11/2022).
Selain itu, ini menjadi pertumbuhan ekonomi terbaik sejak mantan Ketua Hipmi itu bergabung dalam anggota kabinet Indonesia Maju, bahkan melebihi pertumbuhan ekonomi sebelum pandemi Covid-19.
“[Ini juga] salah satu yang terbaik di antara negara-negara G20,” ujarnya.
Dia juga melihat, pertumbuhan ekonomi saat ini sudah lebih mengarah kepada sektor-sektor yang berkualitas, tidak hanya berfokus pada konsumsi, namun juga sektor lain seperti investasi yang naik hampir 28-30 persen dan ekspor impor di mana masing-masing tumbuh 26,23 persen dan impor 21,65 persen.
Baca Juga
Terkait impor, Bahlil menuturkan bahwa impor tersebut terkait dengan peralatan mesin yang dibutuhkan untuk membangun industri dan bahan baku. Dengan begitu, konsep industrialisasi dan penciptaan nilai tambah bisa dilakukan dengan baik di Indonesia.
Selain pertumbuhan ekonomi, Bahlil juga mengapresiasi tingkat inflasi Indonesia yang terkendali di bawah 6 persen, bila dibandingkan negara-negara G20.
Namun dia mengakui, Indonesia masih harus menghadapi berbagai tantangan, seperti menjaga nilai tukar Rupiah dan juga harga minyak mentah yang melonjak naik.
“Memang ini ada dua tantangan. Satu sisi kita harus menahan agar nilai tukar tetap terjaga, di sisi lain harga minyak, sekalipun naik tetapi kita harus tetap menjaga inflasi,” pungkasnya.