Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal ketiga 2022 dapat mencapai 5,6 persen secara tahunan atau bahkan lebih tinggi.
Dia mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada di jalur optimis dan diperlihatkan melalui beberapa leading indicator yang meneruskan tren positifnya. Salah satunya, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) juga masih menunjukkan persepsi konsumen yang ekspansif di level 117,2.
“Indonesia memiliki situasi yang berbeda dengan negara lain. Fundamental ekonomi Indonesia kuat. Tahun depan, defisit APBN kurang dari 3 persen,” katanya dalam keterangan resmi yang dikutip Bisnis.com, Minggu (6/11/2022).
Airlangga mengatakan dari sisi inflasi, pada bulan Oktober 2022 tercatat inflasi mengalami penurunan menjadi 5,71 persen secara tahunan dibandingkan dengan inflasi pada bulan September 2022 yang tercatat sebesar 5,95 persen.
Pada kesempatan berbeda, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu memperkirakan perekonomian kuartal III/2022 akan tumbuh sebesar 5,7 persen secara tahunan.
“Kami masih melihat ekonomi kuartal II/2022 cukup kuat, estimasi kita tumbuh di 5,7 persen,” katanya, Jumat (4/11/2022).
Baca Juga
Dia menyampaikan, salah satu indikator yang mencerminkan penguatan ekonomi pada kuartal III adalah kredit perbankan yang mencatatkan pertumbuhan hingga dua digit. Per September 2022, kredit perbankan tumbuh sebesar 11 persen secara tahunan.
Kredit investasi dan kredit modal kerja mencatatkan pertumbuhan dua digit, masing-masingnya sebesar 10,2 persen dan 12,2 persen secara tahunan. Pertumbuhan kredit konsumsi juga tercatat tinggi sebesar 9,1 persen secara tahunan.
“Ini tentunya sudah jauh lebih tinggi dibandingkan akhir 2022, artinya mesin ekon sudah mulai bekerja cukup cepat dan kita dalam fase berusaha untuk mempertahankan momentum itu,” jelasnya.
Di sisi lain, tren simpanan atau dana pihak ketiga di perbankan menunjukkan tren penurunan pertumbuhan, yang pada September 2022 mencapai 6,8 persen secara tahunan.
Febrio mengatakan, penurunan tersebut mencerminkan aktivitas ekonomi yang meningkat, terutama konsumsi pada masyarakat kelas menengah ke atas.