Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan pengusaha memperkirakan sektor lapangan usaha pertambangan akan menjadi kontributor signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada kuartal III/2022. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pun memproyeksikan pertumbuhan ekonomi kuartal III/2022 berada pada kisaran 5,4 persen.
Ketua Apindo Hariyadi Sukamdani menyebut, pertumbuhan ekonomi akan didorong oleh permintaan terhadap batu bara dari Eropa seiring dengan berkurangnya pasokan gas.
"Mengacu kepada kondisi tersebut, kontribusi batu bara pada kuartal IV/2022 masih akan tetap bagus," kata Hariyadi ketika dihubungi Bisnis, Minggu (6/11/2022).
Pada kuartal II/2022, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kontribusi lapangan usaha pertambangan dan penggalian cukup besar, yakni 13,6 persen dari total pertumbuhan ekonomi (produk domestik bruto/PDB).
Sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor terbesar kedua setelah industri pengolahan dengan kontribusi mencapai 17,48 persen. Terkait dengan industri pengolahan, Hariyadi juga meyakini sektor itu juga berkontribusi positif terhadap PDB kuartal III/2022.
"Meskipun pasar ekspornya melemah, tapi untuk pasar dalam negeri geliat industri pengolahan masih positif. Apindo memproyeksikan pertumbuhan ekonomi kuartal III/2022 di kisaran 5,4 persen," jelas Hariyadi.
Sektor berikutnya yang berkontribusi signifikan dalam struktur PDB nasional adalah pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar 12,98 persen, serta perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 12,71 persen.
Adapun, BPS akan mengumumkan pertumbuhan ekonomi nasional kuartal III/2022 pada Senin (7/11/2022).
Sejumlah kalangan memperkirakan ekonomi nasional kuartal III/2022 yang akan diumumkan oleh BPS masih cukup solid dengan level di atas 5 persen, meskipun ada kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia sebesar 75 bps per September 2022.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Umum Bidang Perindustrian Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bobby Gafur Umar menilai kenaikan suku bunga berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional.
"Dengan adanya resesi global dan inflasi, kenaikan suku bunga ini bahaya. Akan ada banyak likuiditas yang tersedot. Jika likuiditas banyak yang tersedot, pasti ekonomi akan slow down," ujarnya.
Kendati demikian, lesatan ekspor dan investasi dinilai mampu mengompensasi adanya penurunan konsumsi rumah tangga yang salah satunya disebabkan oleh kenaikan harga BBM. Terus menanjaknya ekspor dan investasi mengindikasikan adanya geliat industri pengolahan.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memprediksi pertumbuhan ekonomi kuartal III/2022 sebesar 5,7 persen, sedangkan Presiden Joko Widodo memperkirakan 5,4 persen - 5,6 persen.
Angka angka itu relatif lebih baik dibandingkan dengan realisasi pada kuartal II/2022 sebesar 5,44 persen. Hal itu dapat menguatkan amunisi pemerintah dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2022, yakni 5,2 persen.
Akan tetapi, kuartal IV/2022 diprediksi penuh dengan tantangan karena mulai terasanya transmisi pengetatan moneter tehadap dunia usaha serta risiko perlambatan daya beli masyarakat.