Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan membeberkan bahwa Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) menunjukkan minat mereka untuk mengembangkan industri petrokimia di kawasan industri hijau di Kalimantan Utara (Kaltara).
Saat ini, kata Luhut, porsi investasi China di kawasan industri hijau tersebut masih mendominasi jika dibandingkan dengan negara mitra lain.
“Tiongkok masih besar, tapi sekarang Saudi juga minta masuk untuk di petrochemical. Tapi tahap pertama US$11 miliar pihak Tiongkok tidak bisa lagi karena sudah jalan,” kata Luhut saat ditemui selepas Laporan CSR Perusahaan Tiongkok di Indonesia, di Jakarta, Jumat (28/10/2022).
Pada tahap kedua pengembangan, Luhut mengatakan, Arab Saudi dan UEA akan masuk untuk ikut mengembangkan potensi energi baru terbarukan (EBT) di kawasan industri hijau tersebut.
“Di situ ada produk-produk premium karena dia energinya datang dari EBT, ini semua kerja sama internasional ada Tiongkok, Korea Selatan, Saudi, Abu Dhabi dan Indonesia sendiri, kita sekarang masuk menjadi pemain global,” kata dia.
Kawasan industri dengan kebutuhan investasi sebesar US$132 miliar atau setara dengan Rp1.848 triliun itu juga akan membangun infrastruktur panel surya dan pembangkit hydro dengan daya masing-masing 10 gigawatt (GW).
Baca Juga
Sebelumnya, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan, komitmen investasi yang dihimpun otoritas penanaman modal pada kawasan industri hijau di Kalimantan Utara (Kaltara) sudah menembus angka US$80 miliar atau setara dengan Rp1.219 triliun (kurs Rp15.244) hingga saat ini.
“Dari total investasinya yang akan masuk yang sudah diinventarisir sekarang sekitar US$80 miliar,” kata Bahlil dalam acara Orasi Ilmiah PT Freeport Indonesia di Universitas Hasanuddin, Makassar, Jumat (7/10/2022).
Bahlil mengatakan, pemerintah akan memfokuskan pasokan setrum untuk kawasan industri hijau itu berasal dari pembangkit berbasis energi baru dan terbarukan.. Alasannya, pasokan listrik bersih itu akan ikut membuat harga sejumlah produk hasil hilirisasi di kawasan itu menjadi kompetitif di masa mendatang.
Adapun, dia menerangkan, sejumlah industri yang akan difokuskan pada kawasan hijau itu terdiri atas petrokimia, hilirisasi nikel, hingga bijih besi. Dia menargetkan sebagian besar industri itu dapat efektif berproduksi pada 2024 nanti.
“Listriknya kita pakai dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) 12.000 megawatt dari Sungai Kayan,” tuturnya.