Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) meminta agar sosialisasi aturan PMK No. 71/2022 dilakukan lebih masif agar tidak merugikan pelaku bisnis di industri logistik.
Sekretaris Jenderal ALFI Akbar Djohan menjelaskan dalam PMK No. 71/2022 sudah jelas mengatur bahwa pemegang izin Jasa Pengurusan Transportasi (JPT) hanya dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) final sebesar 1,1 persen. Namun, hal ini berisiko menimbulkan masalah apabila aparat pajak yang tidak memahami bisnis JPT justru menegaskan tarif yang lebih tinggi.
Pasalnya, jelasnya, karena banyak perusahaan JPT yang juga menyerahkan jasa-jasa yang diserahkan kepada pihak lain. Dia mencontohkan seperti pengepakan, handling, trucking, gudang, dan lainnya. Jasa-jasa tersebut bisa terkena PPN sebesar 11 persen.
"Hal ini yang perlu persamaan persepsi. Usai sosialisasi tim pajak ALFI akan tindaklanjuti dengan Direktorat Jenderal Pajak atau DJP untuk buat petunjuk pelaksanaan, sehingga anggota tidak dipusingkan dengan mana yabg dipungut 1,1 persen dan mana yang dipungut 11 persen," ujarnya, Rabu (26/10/2022).
Sebelumnya, Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) berharap Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.71/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu dapat memberikan kepastian hukum perpajakan terhadap kegiatan logistik di tanah air.
Ketua Umum DPP ALFI Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan terbitnya aturan perpajakan ini sangat tepat karena biaya logistik di Indonesia masih tinggi. Data tersebut sesuai dengan Logistics Performance Index (LPI) yang diterbitkan oleh Bank Dunia.
Baca Juga
Meski demikian, Yukki menjelaskan karena kegiatan logistik, perusahaan yang menggunakan izin Jasa Pengurusan Transportasi dengan nomor KBLI 52291, di mana sesuai dengan PM No. 59/2021 aktivitas usahanya mencakup 22 sub sektor yang saling terkait.
"PMK 71/2022 yang mengatur tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu, sehingga apabila di antara Petugas Pajak dengan Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi Anggota ALFI tidak satu pemahaman dalam proses bisnisnya, bisa kontra produktif, menimbulkan ekonomi biaya tinggi di sektor logistik," ujarnya.
Menurutnya, kemungkinan dampak negative itu bisa terjadi, karena tidak mungkin satu perusahaan JPT melakukan sendiri semua kegiatan (22 kegiatan). Kendati, lanjutnya, perusahaan tersebut masuk dalam sepuluh besar perusahaan logistik global, mereka pasti ada sebagian aktivitas jasa yang diserahkan kepada pihak lain.
Yukki menilai diperlukannya sosialisasi lebih lanjut terkait dengan PMK 71/2022 menjadi penting dan strategis. Dengan demikian diharapkan dapat mewujudkan persamaan persepsi antara Petugas Pajak dengan Perusahaan JPT, sehingga bisa bersama-sama dapat meningkatkan kinerja sektor logistik Indonesia yang lebih baik.