Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Menteri Keuangan RI Chatib Basri meyakini bahwa Singapura akan mengalami resesi pada 2023.
Chatib, yang merupakan pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), menjelaskan bahwa tingginya inflasi membuat prospek ekonomi global pada tahun depan cukup berat. Apalagi, Dana Moneter Internasional (IMF) telah dua kali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2023.
Menurutnya, tekanan tahun depan akan sangat dirasakan oleh negara yang ketergantungannya terhadap ekonomi global sangat besar. Bahkan, dia meyakini negara-negara dengan karakteristik tersebut akan mengalami resesi.
"Negara seperti Singapura, di mana rasio dari ekspor terhadap PDB-nya 200 persen, saya jamin Singapura 2023 itu akan resesi," ujar Chatib dalam seminar Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Berkelanjutan di Tengah Tantangan Dinamika Global, Rabu (19/10/2022).
Hal serupa, kata dia, terjadi pada 2020 saat Singapura mengalami pertumbuhan negatif 13 persen. Ketika aktivitas perdagangan global terhenti akibat lockdown di banyak negara, ekonomi Singapura mendapat pukulan paling berat.
Meskipun begitu, kondisi ekonomi Singapura akan berbalik cepat ketika ekonomi global sudah membaik. Chatib meyakini bahwa perekonomian Singapura akan melesat setelah masa resesi usai.
Baca Juga
"Ketika nanti ekonomi globalnya pulih itu, Singapura tumbuh dengan cepat. Seperti yang terjadi pada 2021—2022 mereka tumbuh di atas 7 persen, bahkan beberapa negara itu 11—13 persen," ujar Dede, sapaan akrab dari Chatib Basri.
Berdasarkan catatan Bisnis, Pertumbuhan ekonomi Singapura cenderung datar pada kuartal II/2022 karena melonjaknya harga membebani aktivitas dan mendorong pengetatan bank sentral yang mengejutkan.
Dilansir Bloomberg pada Kamis (14/7/2022), produk domestik bruto (PDB) Singapura hanya naik 0,1 persen pada periode April-Juni dari tiga bulan sebelumnya (qtq). Angka ini meleset dari median estimasi 1 persen dalam survei Bloomberg terhadap para ekonom. Dibandingkan dengan kuartal II/2021 (year-on-year/yoy), PDB naik 4,8 persen, di bawah proyeksi sebesar 5,4 persen.