Bisnis.com, JAKARTA — Perekonomian Indonesia diproyeksi melambat seiring dengan perlambatan perekonomian global pada 2023 seiring meningkatnya risiko resesi.
Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri menyampaikan bahwa terdapat sejumlah faktor yang memicu perlambatan ekonomi Indonesia pada tahun depan.
Pelemahan ekonomi global, terutama di negara mitra dagang utama Indonesia, menyebabkan turunnya permintaan sehingga berdampak pada kinerja ekspor di dalam negeri.
"Dampak dari jalur perdagangan tersebut menurutnya relatif terbatas, dikarenakan share ekspor terhadap PDB Indonesia hanya sebesar 25 persen," katanya, Selasa (18/10/2022).
Namun di sisi lain,kata dia, Indonesia dihadapkan pada tantangan inflasi yang tinggi. Jika lonjakan inflasi terjadi, maka masyarakat akan memangkas konsumsinya.
Sejalan dengan itu, Bank Indonesia (BI) harus mengambil langkah pengetatan kebijakan moneter, dengan menaikkan suku bunga acuan, sebagai upaya untuk menahan lonjakan inflasi dari sisi permintaan.
Perlambatan konsumsi masyarakat tentunya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, ruang fiskal pada tahun depan pun cenderung terbatas, sejalan dengan target pemerintah untuk mengembalikan tingkat defisit APBN di bawah level 3 persen.
Dari sisi fiskal, Chatib menilai pemerintah perlu menetapkan prioritas. Pertama, yaitu melindungi kelompok rentan.
“Karena harga energi dan pangan yang tinggi akan berdampak pada masyarakat kelompok ini, sehingga bantuan sosial, seperti BLT, PKH, dan lain-lain, akan menjadi sangat penting dan harus menjadi prioritas utama,” imbuhnya.
Prioritas kedua, yaitu mengalokasikan anggaran pada sektor yang memiliki multiplier effect sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi. Pemerintah juga dinilai perlu mengutamakan quality of spending.
Chatib memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh di bawah level 5 persen pada tahun depan. Realisasi tersebut melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun ini.