Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Chatib Basri: Pelemahan Rupiah Belum Separah Taper Tantrum 2013

Mantan Menkeu Chatib Basri mengatakan pelemahan rupiah belum separah Taper Tantrum 2013. Kok bisa?
Mantan Menkeu M. Chatib Basri./JIBI-Nurul Hidayat
Mantan Menkeu M. Chatib Basri./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Pelemahan pada nilai tukar rupiah diproyeksi terus berlanjut dan berpotensi menembus Rp16.000 per dolar AS. Namun, apakah kondisi ini lebih parah dibandingkan saat Taper Tantrum 2013? 

Berdasarkan catatan Bisnis, nilai tukar rupiah ditutup menguat 24 poin atau 0,16 persen ke levelRp15.463 per dolar AS pada perdagangan Selasa (18/10/2022). Adapun, sepanjang 2022 tingkat depresiasi rupiah tercatat mencapai 8,66 persen.

"Pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi saat ini terutama disebabkan oleh penguatan dolar AS," ujar Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri dalam acara SOE International Conference, Selasa (18/10/2022).

Pertama, meski perekonomian AS diperkirakan mengalami resesi, namun perekonomian di negara itu masih relatif kuat. Penguatan dolar AS bahkan berimplikasi pada pelemahan euro dan poundsterling.

Kedua, AS memulai kenaikan suku bunga jauh lebih awal dibandingkan dengan negara lain. Hal ini mendorong masuknya aliran modal ke US Treasury 10 tahun, yang merupakan salah satu aset safe haven saat ini.

“Jadi dengan situasi seperti ini, saya tidak akan terkejut bahwa dolar AS yang kuat akan terus berlanjut,” katanya. 

Chatib mengatakan hal ini pun perlu menjadi perhatian karena kondisi ekonomi saat ini sangatlah berbeda dengan kondisi ekonomi pada 2013, saat taper tantrum terjadi.

Oleh karena itu, Chatib mengatakan bahwa tingkat pelemahan rupiah ke depan akan lebih sulit diproyeksi.  Meski demikian, dia memperkirakan tingkat pelemahan rupiah tidak akan separah saat krisis pada 2013.

“Mengapa? Karena porsi kepemilikan asing di obligasi pemerintah kita hanya 14 persen saat ini, dibandingkan dengan apa yang kita miliki pada tahun 2013 sekitar 33 persen. Jadi saya bisa membayangkan tekanan pada nilai tukar akan relatif lebih sedikit,” jelasnya,

Dia menambahkan, nilai tukar rupiah yang masih terjaga juga menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia relatif kuat. Hal ini pun menguatkan argumentasi bahwa Bank Indonesia perlu menaikkan suku bunga acuan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper