Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menilai bahwa defisit anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN relatif moderat selama pandemi Covid-19. Terdapat berbagai negara yang mencatatkan defisit lebih dari dua kali lipat kondisi Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa defisit fiskal menjadi salah satu instrumen yang banyak negara gunakan ketika pandemi Covid-19. Belanja ditingkatkan untuk kebutuhan penanganan pandemi seperti pembelian vaksin dan biaya pengobatan pasien Covid-19.
Pada 2020, Indonesia mencatatkan defisit APBN 6,14 persen dan pada 2021 turun ke 4,57 persen. Akumulasi defisit fiskal Indonesia dalam dua tahun itu mencapai 10,7 persen.
"Jumlah defisit yang meningkat di Indonesia relatif moderat dibandingkan negara yang harus menggunakan instrumen fiskalnya selama pandemi dengan jauh lebih banyak," ujar Sri Mulyani dalam seminar nasional dan konferensi tentang Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Pembangunan Berkelanjutan, Rabu (19/10/2022).
Sebagai perbandingan, Singapura mencatatkan akumulasi defisit fiskal 2020—2021 di 6 persen, Malaysia 10,1 persen, Filipina 12,2 persen, Thailand 12,6 persen, dan Australia 16,3 persen.
Terdapat pula negara-negara yang akumulasi defisitnya melebihi 20 persen, seperti Inggris Raya di 20,7 persen. Bahkan, Amerika Serikat mencatatkan akumulasi defisit hingga 24,7 persen.
Baca Juga
"India, yang pertumbuhan ekonominya cukup tinggi di atas 6 persen, juga ditopang oleh defisit APBN-nya yang melonjak hingga 23 persen hanya dalam dua tahun," ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani pun menyebut bahwa dengan tingkat defisit seperti itu, Indonesia tetap mencatatkan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) yang moderat. Pada 2021, rasionya berada di 40,7 persen dan Juli 2022 turun ke 37,9 persen.
Adapun, pada tahun ini Indonesia menargetkan defisit APBN 3,92 persen dan pada tahun depan targetnya 2,84 persen. Konsolidasi fiskal menjadi agenda utama setelah selama pandemi Covid-19 defisit APBN diperbolehkan di atas 3 persen.