Bisnis.com, JAKARTA - Pejabat Federal Reserve (The Fed) berkomitmen untuk tetap menaikkan suku bunga acuan dalam waktu dekat guna menahan lonjakan inflasi. Namun sebagian pejabat lain menekankan pentingnya kalibrasi laju kenaikan untuk mengurangi risiko.
Dilansir dari Bloomberg pada Kamis (13/10/2022), risalah saat pertemuan FOMC 20-21 September lalu menunjukkan sejumlah pejabat mengatakanpenting untuk mengkalibrasi laju pengetatan kebijakan lebih lanjut dengan tujuan mengurangi risiko dampak negatif terhadap prospek ekonomi
Selama pertemua, para peabat bank sentral AS tesebut sepakat untuk meningkatkan suku bunga acuan pinjaman 75 basis poin untuk ketiga kalinya berturut-turut ke kisaran target 3 -3,25 persen.
"Banyak peserta menekankan mengambil tindakan yang terlalu sedikit untuk menurunkan inflasi kemungkinan akan memberikan dampak lebih besar dari melakukan terlalu banyak tindakan," jelas risalah tersebut.
Risalah menunjukkan komite bersatu untuk mengembalikan inflasi kembali ke target 2 persen, sementara beberapa pembuat kebijakan mendesak adanya kehati-hatian karena suku bunga mencapai wilayah yang membatasi.
Pendiri MacroPolicy Perspectives LLC Julia Coronado mengatakan The Fed menetapkan standar yang cukup tinggi untuk penurunan pada bulan November jadi kurang dari 75 basis poin. Dia menilai mereka belum cukup melihat data sebelum melakukan panggilan.
Baca Juga
“Mereka melihat belum ada data yang cukup kuat untuk memutuskan (kenaikan suku bunga acuan yang tinggi),” ungkapnya.
Meski deikian, pada pertemuan The Fed Desember dan seterusnya, kebijakan yang dicapai kemungkinan akan memberi bobot lebih pada tanda-tanda tekanan pasar atau tanda-tanda memburuknya ekonomi domestik.
Risalah menunjukkan Wakil Gubernur The Fed Lael Brainard berada di antara pejabat The Fed lain yang masih ingin memperhitungkan perlambatan laju pengetatan dan melihat apakah inflasi dapat diturunkan tanpa menimbulkan resesi atau tekanan pasar tambahan.
"Dia tidak sendirian," tegas Coronado.
Hal ini dikecam para kritikus karena lambat menanggapi tekanan harga yang meningkat, The Fed telah melancarkan kampanye pengetatan paling agresif sejak tahun 1980-an. Dari level mendekati hampir nol pada Maret, suku bunga acuan telah naik 300 basis poin dan mengisyaratkan kenaikan lanjutan di masa mendatang.
Kepala ekonom di Ernst & Young LLP Gregory Daco menilai The Fed tetap dengan sengaja didorong untuk memperketat kebijakan moneter lebih jauh ke wilayah yang membatasi mengingat aktivitas ekonomi yang agak bertahap dan respons inflasi yang lambat.
"Keseimbangan risiko berubah dengan cepat. Ketidakpastian ekonomi dan pasar keuangan global yang meningkat akan membuat penting bagi The Fed untuk mengkalibrasi respons kebijakannya, terutama dalam konteks siklus pengetatan kebijakan moneter yang disinkronkan secara global, tetapi tidak terkoordinasi." tuturnya.
Meski demikian, Pejabat Fed diperkirakan tetap menaikkan suku bunga menjadi 4,4 persen pada akhir tahun, menurut perkiraan median yang dirilis bulan lalu, dan 4,6 persen pada tahun 2023.
Adapun kenaikan suku bunga acuan diperkirakan memperlambat pertumbuhan ekonomi menjadi 1,2 persen tahun depan dan meningkatkan tingkat pengangguran menjadi 4,4 persen dari 3,5 persen pada bulan September.