Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menilai masih terlalu dini untuk melihat dampak investasi China di Indonesia di tengah isu negara tersebut berada di ambang resesi.
Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Indra Darmawan menyampaikan banyak sektor yang perlu dilihat terkait investasi China di Indonesia, terutama di sektor pengolahan logam dasar.
“Sepanjang Indonesia terus menggenjot upaya hilirisasi berbasis logam dasar, maka investasi China [ke Indonesia] akan terus menguat,” kata Indra kepada Bisnis, Minggu (9/10/2022).
Namun demikian, dia mengakui bahwa perlambatan ekonomi China sudah pasti berpengaruh terhadap ekonomi global. Pasalnya, ekonomi di negara ini adalah yang terbesar kedua di dunia dan merupakan mitra dagang penting bagi puluhan negara di dunia.
“Permintaan dari China akan melambat dan berpengaruh terhadap ekspor ke China dari negara-negara mitra dagangnya,” ujarnya.
Meski terlalu dini untuk melihat dampak investasi China di Indonesia jika China mengalami resesi, Kementerian Investasi/BKPM telah menyiapkan sejumlah strategi untuk menghadapi kondisi tersebut.
Baca Juga
Salah satunya, dengan diversifikasi negara asal sumber investasi yang berfokus pada peningkatan nilai tambah.
“Promosi investasi untuk logam dasar digencarkan lagi ke arah hilirisasi dengan menggandeng negara-negara seperti Eropa, Korea, dan Taiwan,” ungkapnya.
Ekonomi China saat ini bisa dibilang tidak baik-baik saja. Merebaknya wabah Covid-19 di sejumlah kota di China, apalagi dengan kebijakan Zero Covid telah mengganggu aktivitas di berbagai sektor industri di negara tersebut. Kebijakan yang diambil Presiden Xi Jinping juga dinilai tidak responsif terhadap pelemahan ekonomi di negaranya.
Padahal, menurut Kepala Ekonom Asia di S&P Global Ratings Louis Kuijs, pemerintah bisa melakukan lebih banyak agar memicu pengeluaran untuk memenuhi target pertumbuhan dan menciptakan lapangan kerja termasuk lebih banyak berinvestasi di infrastruktur, meringankan persyaratan pinjaman untuk pembeli rumah, pengembang properti dan pemerintah daerah, dan keringanan pajak untuk rumah tangga. Demikian mengutip BBC, Minggu (9/10/2022).
Pertumbuhan ekonomi China yang melambat salah satunya juga dipicu oleh melemahnya aktivitas real estate dan sentimen negatif di sektor perumahan. Sebab, properti dan industri lainnya menyumbang sepertiga dari Produk Domestik Bruto (PDB) China.
Dengan kondisi ini, pertumbuhan ekonomi China hanya mampu tumbuh sebesar 0,4 persen (year-on-year/yoy) pada kuartal II/2022. Angka tersebut sangat jauh dibandingkan kuartal sebelumnya yang tercatat sebesar 4,8 persen.
Jika ekonomi terbesar kedua di dunia ini berkontraksi pada kuartal III/2022, maka kemungkinan terjadinya resesi global semakin meningkat.