Bisnis.com, JAKARTA — Mayoritas responden survei Indikator Politik Nasional menyatakan bahwa penyaluran subsidi bahan bakar minyak atau BBM salah sasaran, karena banyak orang kaya yang menikmatinya. Namun, mayoritas responden justru tetap ingin mendapatkan subsidi.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menjelaskan bahwa pada September 2022 pihaknya melakukan survei tatap muka kepada 1.220 orang, yakni warga yang memiliki hak pilih, berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah. Toleransi kesalahan survei (margin of error) itu sekitar ±2,9 persen.
"57,1 persen responden menyatakan setuju penyaluran subsidi BBM tidak tepat sasaran, 9,5 persen menyebut sangat setuju. Mereka menilai bahwa penikmat subsidi merupakan orang mampu, misalnya karena mampu membeli kendaraan bermotor pribadi," ujar Burhanuddin dalam konferensi pers daring, Kamis (6/10/2022).
Dia menuturkan terdapat 19,7 persen responden yang kurang setuju bahwa subsidi BBM tidak tepat sasaran, bahkan 8,1 persen tidak setuju sama sekali. Lebih lanjut, sebanyak 5,6 persen responden yang tidak tahu atau tidak menjawab.
Para responden yang setuju bahwa subsidi BBM tidak tepat sasaran berasal dari berbagai golongan, baik pekerja, wiraswasta, hingga yang belum bekerja. Adapun, mayoritas responden yang setuju subsidi tidak tepat sasaran adalah pemilik nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan mereka yang membayar pajak.
Burhanuddin menyebut bahwa mayoritas responden setuju subsidi BBM tidak tepat sasaran, ternyata mereka tetap menghendaki agar pemberian subsidi adalah terhadap barang. Sebanyak 60,4 persen responden setuju subsidi terhadap barang, agar harga BBM lebih terjangkau dan bisa dinikmati seluruh kalangan masyarakat.
"Masyarakat tidak konsisten, mereka setuju dengan pendapat ini [bahwa subsidi BBM tidak tepat sasaran], tetapi ingin mendapatkan subsidi," katanya.
Sebanyak 34,9 persen responden menilai bahwa pemberian subsidi tunai lebih tepat. Alasannya, subsidi tunai hanya akan menyasar kelompok masyarakat yang membutuhkan bantuan, juga mengurangi potensi subsidi tidak tepat sasaran.
Secara keseluruhan, 55,6 persen responden menyatakan tidak setuju sama sekali atas kenaikan harga BBM, dan 32 persen menyatakan kurang setuju. Menurut Burhanuddin, hal tersebut tidak mengagetkan karena reaksi penolakan publik terhadap kenaikan harga BBM terlihat jelas.