Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia saat ini tengah gencar melakukan hilirisasi dalam rangka memacu perekonomian dalam negeri dan juga mendorong Indonesia menjadi negara maju.
Hingga saat ini, pemerintah telah melakukan pelarangan ekspor bijih nikel mentah dan berencana untuk menghentikan ekspor timah pada tahun ini dan bauksit pada 2023.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengungkapkan, pada 2017 lalu nilai ekspor nikel Indonesia hanya di US$3,3 miliar. Namun, dengan adanya hilirisasi sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), nilai ekspor nikel pada 2021 bahkan mencapai US$20,9 miliar.
Dengan pencapaian tersebut, pemerintah menargetkan nilai ekspor nikel sebesar US$30 miliar pada tahun ini.
Meski memberikan keuntungan bagi perekonomian Indonesia, Bahlil mengaku ada sejumlah tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mendorong Indonesia menjadi negara maju.
Salah satunya, adalah penolakan terkait hilirisasi yang dilakukan oleh beberapa negara G20. Tak tanggung-tanggung, sejumlah negara bahkan menggugat Indonesia di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).
Baca Juga
“Tidak semua negara ingin Indonesia menjadi negara yang maju lewat hilirisasi. Sebab negara di G20 menentang hilirisasi,” kata Bahlil dalam kunjungannya ke Institut Teknologi Bandung (ITB) pada hari ini, Rabu (5/10/2022).
Padahal, sejumlah negara maju tersebut juga melakukan hilirisasi. Lantas negara-negara mana saja yang pernah melakukan hilirisasi?
Inggris
Bahlil dalam paparannya mengungkapkan, pada abad 16, Inggris melakukan pelarangan ekspor wool mentah untuk mendorong industri tekstil dalam negeri. Adanya kebijakan tersebut menjadikan Inggris sebagai pusat tekstil Eropa dan menjadi modal lahirnya revolusi industri modern.
AS
Negara selanjutnya adalah Amerika. Bahlil menuturkan, di abad 19 dan awal abad 20 AS menerapkan pajak impor yang sangat tinggi sebagai upaya mendorong industri dalam negeri.
“Di awal abad ke-20, pajak impor AS 4 kali lipat pajak impor Indonesia saat ini, walaupun saat itu GDP per kapita AS kurang lebih sama dengan Indonesia saat ini,” ungkapnya.
China
Sebelum China bergabung dengan WTO, negeri yang dijuluki Tirai Bambu ini menerapkan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) sampai 90 persen untuk otomotif.
Kebijakan tersebut juga diterapkan Inggris untuk beberapa perusahaan otomotif pada 1980 an dengan peraturan TKDN sampai 90 persen.
Bahlil menyampaikan, kebijakan TKDN banyak digunakan negara maju untuk memastikan investasi berdampak positif bagi ekonomi sosial.
Finlandia
Selanjutnya, ada Finlandia dimana hingga 1987 negara ini melakukan pembatasan kepemilikan asing untuk memberdayakan pelaku usaha lokal.
Perusahaan yang dimiliki asing di atas 20 persen dikategorikan sebagai perusahaan “berbahaya”. Kebijakan serupa juga diterapkan oleh berbagai negara maju di dunia.