Sementara untuk fuel surcharge bagi plikasi operasi pelayaran sendiri biasanya diterapkan karena ada perubahan biaya bahan bakar. Utamanya akibat dua hal penting. Pertama, meningkatnya konsumsi bahan bakar yangg diakibatkan waktu, transit atau waktu operasi kapal di pelabuhan lebih lama dari yang direncanakan.
Faktor yang kedua adalah adanya kenaikan harga bahan bakar dari harga yang ditetapkan sebeluknya dalam kontrak pemanfaatan kapal utk kegiatan pengangkutan barang di sebuah pelabuhan.
Faktor yang menentukan besaran fuel surcharge adalah faktor dimensi dan kecepatan kapal yang akan menentukan besaran konsumsi bahan bakar kapal, baik untuk mesin utama maupun mesin bantu kapal. Selanjutnya, faktor waktu penambahan akibat kegiatan transit/labuh dan sandar yg melebihi rencana awal, dan faktor lainnya adalah besaran kapasitas produksi kapal. Bisa dalam bentuk tonase, unit kontainer, volume barang atau penumpang.
Semua fungsi biaya tambahan (surcharge) sifatnya substitusi atau penutupan biaya (marginal recovery) dan bukan ditujukan untuk perolehan profit atau profiteering
“Karenanya, walau prakteknya informasi fuel surcharge merupakan kesepakatan antara pemilik dan pengguna kapal, namun dalam skala yang lebih besar, pemerintah perlu melakukan monitoring termasuk penyediaan legalisasi penetapannya,” jelasnya.
Sementara ekspektasi pengguna jasa, idealnya sebaiknya transparan memberikan neraca biaya dan perubahannya. Hal ini demi kepentingan dan kepantasan (fairness) dari pengguna jasa serta penyedia jasa.