Bisnis.com, JAKARTA — Harga komoditas yang mereda akhirnya berhasil mendinginkan indeks harga konsumen (IHK) pada Agustus sebesar 0,21 persen (secara bulanan). Namun, Indonesia tidak boleh lengah karena ketidakpastian global dan kenaikan harga BBM masih mengintai.
Berita tentang deflasi Agustus 2022 menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, beragam kabar ekonomi dan bisnis yang dikemas secara mendalam dan analitik juga tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id
Berikut ini highlight Bisnisindonesia.id, Sabtu (6/8/2022):
Indonesia mengalami deflasi 0,21 persen pada Agustus 2022 (month to month/mtm) dengan inflasi tahunan menurun menjadi 4,69 persen setelah harga komoditas mulai mendingin. Kendati demikian, perekonomian Indonesia masih harus waspada terhadap ketidakpastian global dan rencana kenaikan harga BBM.
Membaiknya pasokan komoditas pangan bergejolak berhasil menekan inflasi. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Agustus 2022 mengalami deflasi 0,21 persen (mtm), menjadi yang terdalam dari September 2019, seperti dilaporkan Badan Pusat Statistik pada Kamis (1/9/2022).
Secara umum, terjadi penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 111,80 pada Juli 2022 menjadi 111,57 pada Agustus 2022. Penurunan IHK pada periode ini masih di atas perkiraan ekonom.
Koreksi pasar surat utang yang tengah terjadi membuat investor institusi bersiasat guna tetap meraup cuan. Salah satu caranya dengan mengoleksi Surat Utang Negara (SUN) seri acuan tahun depan, SUN FR0096.
SUN merupakan salah satu instrumen surat berharga negara (SBN) yang diterbitkan pemerintah sebagai sumber pendanaan negara. Selain SUN, ada pula sukuk dan global bond yang diterbitkan pemerintah. Total penerbitan SBN sejak awal tahun ini hingga 25 Agustus 2022 telah mencapai Rp590,06 triliun.
Selain seri FR (fixed rate), pemerintah juga menerbitkan seri SPN (surat perbendaharaan negara) yang merupakan instrumen dengan tenor kurang dari setahun. Adapun, seri FR memiliki tenor lebih panjang.
SUN seri acuan menjadi pilihan investor lantaran tergolong likuid. Harga dan yield SUN seri tersebut menjadi acuan dalam perdagangan surat utang.
Emiten transportasi, PT Blue Bird Tbk. (BIRD) menyiapkan siasat untuk dapat mempertahankan pertumbuhan laba seiring dengan wacana kenaikan tarif BBM bersubsidi. BIRD tetap optimistis bakal mencetak pertumbuhan laba, paling tidak sama seperti pada paruh pertama tahun ini.
Keyakinan tersebut dibenarkan oleh Wakil Direktur Utama Blue Bird Adrianto Djokosoetono. “Kami masih optimistis dapat mempertahankan pertumbuhan laba positif seperti yang telah dibukukan perseroan tiga kuartal berturut-turut,” jelasnya kepada Bisnis, Kamis (1/9).
Kendati begitu, Andre sapaan akrabnya mengakui kenaikan harga BBM akan berefek bagi operasional bagi BIRD. Sebab, sebagian besar armada Blue Bird menggunakan BBM untuk operasional sehari-hari.
Pelaku pembiayaan multifinance atau leasing kendaraan yang bermain di segmen mobil dan motor baru kemungkinan besar akan menghadapi dua tantangan berbeda saat harga BBM naik.
Pemain pembiayaan motor baru membuka kemungkinan adanya dampak penyaluran pembiayaan yang lebih berat dari ekspektasi. Terlebih, pada paruh tahun ini pembiayaan motor baru telah terdampak kelangkaan stok akibat krisis semikonduktor.
Presiden Direktur PT Federal International Finance (FIF Group) Margono Tanuwijaya berujar kondisi tersebut terjadi lantaran beberapa segmen akan terdampak, terutama calon pembeli unit sepeda motor low-end, yang jadi penikmat BBM bersubsidi.
“Kalau ada kenaikan harga BBM, kemudian membuat inflasi naik, kebanyakan konsumen pembiayaan sepeda motor memang akan terdampak. Terutama yang pengeluarannya naik karena harga BBM, padahal pendapatannya belum bisa mengimbangi,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (1/9/2022).
Namun, Margono melihat dampak kenaikan harga BBM secara bertahap akan terus mengecil, karena permintaan akan pembiayaan sepeda motor sebenarnya masih besar. Selain itu, masih banyak konsumen yang inden unit akibat fenomena kelangkaan stok.
Ceruk cuan emiten konstruksi pelat merah PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI) potensial setidaknya hingga 2024. Situasi itu bisa terdorong dari kesempatan yang dimiliki ADHI lewat kontrak-kontrak baru, termasuk pengembangan Ibu Kota Negara baru di Kalimantan Timur.
Adhi Karya mencatatkan kontrak baru yang tumbuh 104 persen menjadi Rp15,9 triliun hingga Juli 2022 dari Rp7,8 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Adapun kontrak baru tersebut didominasi proyek dari pihak swasta.
Realisasi kontrak baru berasal dari pemerintah sebesar 14 persen, BUMN dan BUMD sebesar 7 persen, dan swasta sebesar 79 persen. Jika ditilik dari lini bisnis, kontribusi kontrak baru didominasi lini engineering dan konstruksi sebesar 87 persen, bisnis properti dan hospitality sebesar 8 persen dan sisanya merupakan lini bisnis lainnya.