Bisnis.com, BADUNG – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral meluncurkan peta jalan emisi nol karbon bersama dengan International Energy Agency dalam gelaran Energy Transitions Ministerial Meeting.
Dalam pertemuan yang digelar di Nusa Dua, Bali pada Jumat (2/9/2022), Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan pemerintah bersama dengan IEA telah bersama-sama mengembangkan peta jalan transisi energi untuk mencapai target emisi bebas karbon.
Dalam peta jalan tersebut, pemerintah bersama dengan IEA membuat sejumlah jalan dan mitigasi dalam transisi energi di Indonesia.
"Dalam rangka percepatan transisi energi, kita butuh perkuatan kolaborasi, di antara negara-negara untuk memastikan rencana kita dapat dicapai. Pasti, transisi energi butuh dukungan finansial yang besar dan banyak usaha," ujarnya saat penandatanganan Peta Jalan Nol Emisi Karbon Sektor Energi, Jumat (2/9/2022).
Arifin memaparkan bahwa mitigasi dalam peta jalan tersebut adalah pengembangan energi terbarukan secara masif dengan fokus pada solar, hidro dan panas bumi, serta penghentian bertahap pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU).
Selaint itu, penggunaan teknologi rendah emisi seperti pengembangan super grid untuk meningkatkan konektivitas dan carbon, capture, utilization, and storage (CCS/CCUS), konversi kendaraan listrik dan penerapan peralatan efisiensi energi untuk sektor industri, transportasi dan bangunan serta penggunaan energi baru seperti nuklir, hidrogen, dan amonia.
Baca Juga
Di samping itu, pemerintah menegaskan bahwa tambahan pembangkit listrik setelah 2030 hanya berasal dari pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT).
"Mulai 2035 akan didominasi oleh variabel renewable energy, sedangkan pembangkit listrik tenaga nuklir akan masuk sistem pada 2049," jelasnya.
Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol mengungkapkan Indonesia perlu memastikan reformasi kebijakan untuk membuka jalan bagi transisi ke energi terbarukan dan mengurangi ketergantungan pada batu bara.
Untuk itu keberadaan peta jalan itu sebagai bagian dari tujuan untuk mencapai emisi nol bersih pada 2060.
“Indonesia memiliki kesempatan untuk menunjukkan kepada dunia bahwa untuk negara yang sangat bergantung pada ekspor bahan bakar fosil, jalan menuju emisi nol bersih tidak hanya feasible tetapi juga memberikan bermanfaat,” jelasnya.
Berdasarkan kajian IEA, ungkap Fatih, Indonesia membutuhkan hampir tiga kali lipat investasi energi pada 2030 dari tingkat saat ini.
Dalam laporan terbaru IEA, The IEA’s Energy Sector Roadmap to Net Zero Emissions in Indonesia menyebutkan ada tambahan investasi sebesar US$8 miliar per tahun.
Menurut Fatih, memobilisasi pembiayaan tambahan itu bergantung pula pada dukungan keuangan internasional melalui program pendanaan kemitraan transisi energi internasional yang adil.
“Saya meminta mitra internasional Indonesia untuk memobilisasi pembiayaan energi bersih melalui JETP dan memastikan adanya transfer teknologi. Hasilnya akan membawa manfaat besar bagi Indonesia dan dunia," tutur Fatih.