Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Telur Rp31.000/Kg Dinilai Wajar, Ini Alasannya

Harga telur yang akhir-akhir ini tembus Rp31.000/kg di rata-rata pasar tradisional Indonesia sebut merupakan hal yang wajar.
Pedagang menata telur di Pasar Benhil, Jakarta, Senin (13/4/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Pedagang menata telur di Pasar Benhil, Jakarta, Senin (13/4/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom pertanian Khudori menilai harga telur yang akhir-akhir ini tembus Rp31.000/kg di rata-rata pasar tradisional Indonesia merupakan hal wajar. Sebab, harga tersebut sesuai dengan ongkos produksi yang dikeluarkan peternak layer.

“Karena harga DOC [day old chicken] naik. Biaya produksi naik. Harga antara daerah memang beda-beda. Tetapi rerata sekitar Rp31.000. Kepala Badan Pangan Nasional menyebut itu harga keseimbangan baru. Saya setuju,” ujar Khudori saat dihubungi, Rabu (31/8/2022).

Berdasar Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN) pada Rabu (31/8/2022), saat ini masih telur terpantau tetap di Rp31.500 per kg, naik 7,85 persen dibandingkan sebulan lalu di rata-rata pasar tradisional se-Indonesia.

Harga telur termurah ada di Provinsi Jambi dengan harga Rp26.550 per kg, Sulawesi Selatan Rp28.250 per kg, Sumatera Barat Rp28.400 per kg. Sedangkan harga telur termahal terdapat di Papua Barat Rp36.000 per kg, Maluku Utara Rp36.100 per kg, Gorontalo Rp36.550 per kg, Maluku Rp40.000 per kg, dan Papua Rp40.200 per kg.

Dia menjelaskan kenaikan harga telur memang memberatkan daya beli masyarakat ekonomi terbatas dan usaha kecil. Tetapi, kenaikan tersebut merupakan kompensasi dari harga telur yang sudah sejak lama kerap jatuh, bahkan di bawah biaya produksi.

“Tapi pahamilah, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun terutama sejak awal pandemi, harga telur sering jatuh di bawah biaya pokok produksi. Itu artinya produsen mensubsidi konsumen,” ungkapnya.

Lebih lanjut, mantan Anggota Kelompok Kerja Dewan Ketahanan Pangan 2010-2020 tersebut juga berharap agar pemerintah melakukan upaya ketika harga telur jatuh. Supaya peternak tidak merugi.

“Kita sering bersikap tidak adil. Kalau harga di konsumen naik, belingsatan bagaimana cara menurunkan harga. Tapi kalau harga di produsen turun, gak melakukan apa-apa sikap pemerintah juga sama,” jelas Khudori.

Maka dari itu, dia meminta pemerintah tidak hanya menerbitkan harga patokan/acuan, melainkan juga memberikan sanksi bagi pelanggarnya. Selain itu, keseimbangan harga juga dipengaruhi oleh stok atau persediaan pemerintah. Sebab, saat ini pemerintah belum mempunyai stok pangan yang mumpuni selain komoditas beras.

“Yang didorong Kemenko Perekonomian dan Badan Pangan Nasional untuk tahap awal tiga dulu: beras, jagung, dan kedelai. Ini pangan yang non-perishable. Kalau sudah jalan, baru ke pangan yang perishable,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper