Bisnis.com, JAKARTA — Komunitas Peternak Unggas Nasional (KPUN) mengeluhkan sanksi administratif yang dikenakan pemerintah terhadap peternak jika menjual ayam hidup (livebird) di bawah harga pokok produksi (HPP) Rp18.000 per kilogram.
Untuk diketahui, terhitung per 19 Juni 2025, pemerintah resmi menetapkan HPP ayam hidup di tingkat peternak senilai Rp18.000 per kilogram dari semula Rp17.500 per kilogram.
Ketua KPUN Alvino Antonio menilai sanksi administratif itu justru bisa merugikan peternak lantaran harus menanggung biaya tambahan, salah satunya denda keterlambatan bongkar jika rekomendasi impor ditahan.
“Paling-paling sanksinya ditahan rekomendasi impornya, ujung-ujungnya peternak juga kok yang nanggung jika terjadi timbul biaya, misalnya seperti demurage kapal tidak bisa bongkar karena rekomendasi impor ditahan,” kata Alvino kepada Bisnis, Kamis (19/6/2025).
Menurut Alvino, selama ini sanksi yang diberikan tidak berjalan efektif, lantaran masih terjadi pelanggaran di lapangan.
“Dari dulu bilangnya akan dikenakan sanksi, tetapi kenyataannya sampai hari ini masih pada melanggar, artinya sanksi itu tidak jalan atau ada sesuatunya,” ujarnya.
Baca Juga
Sebelumnya diberitakan, Kementerian Pertanian (Kementan) akan mencabut izin usaha hingga memasukkan ke dalam daftar hitam (blacklist) peternak nakal yang melakukan monopoli harga ayam hidup broiler (livebird).
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Agung Suganda menegaskan pihaknya akan mengenakan sanksi administratif jika peternak melakukan monopoli harga.
Adapun, sanksi ini mencakup pencabutan izin hingga penahanan rekomendasi impor bahan baku, baik pakan, grand parent stock (GPS) atau bibit induk ayam broiler atau day old chick (DOC) atau anak ayam yang baru menetas, maupun kebutuhan lainnya.
“Untuk jangka pendeknya, kami awasi, kami datangi, kalau ada yang melanggar berdasarkan laporan, paling cepatnya adalah kami pastikan peternak yang [nakal]—kalau perusahaan besar gampang kami setop untuk rekomendasi impor GPS dan pakannya—kami setop semua,” jelas Agung saat ditemui di Kantor Kementan, Jakarta, Rabu (18/6/2025).
Namun, jika peternak nakal memang tidak melakukan importasi, maka Kementan akan menarik supplier agar tidak memasok bahan baku. “Karena ini ada patut dugaan untuk melakukan monopoli yang merugikan pihak lain. Jadi blacklist,” sambungnya.
Dia mengungkap, jika ditemukan peternak nakal yang masih mendapatkan pasokan bahan baku, maka Kementan tak akan memberikan rekomendasi izin impor kepada pemasok.
“Kami ancam semua. Kalau masih ada supply, nanti si [perusahaan] yang besarnya itu, kami tidak kasih rekomendasi impornya. Ini pemerintah harus hadir, dan pemerintah harus bisa mengatur ini,” kata Agung.
Agung menduga ada upaya instabilitas perunggasan nasional, jika masih ditemukan peternak yang menjual ayam hidup di bawah HPP.
“Produsen kalau harganya di atas HPP atau minimal di atas HPP, seharusnya lebih senang dong. Masa dia jualan di bawahnya? Masa dia jualan rugi? Kalau dia jualan rugi, berarti ada something wrong dengan itu,” tutupnya.