Bisnis.com, JAKARTA - Tekanan inflasi diprediksi bakal terus meningkat jika pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), khususnya jenis Pertalite dan Solar, dalam waktu dekat.
Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) Faisal Rachman menyampaikan dampak yang ditimbulkan dari kenaikan harga BBM cukup besar. Menurut Faisal, kenaikan harga BBM tak hanya berdampak first round terhadap inflasi administered price, tetapi juga berdampak second round terhadap barang dan jasa lain selain BBM dan transportasi.
"Ini berarti inflasi utama dan inti dapat memanas secara signifikan setelah kenaikan [harga BBM]," kata Faisal dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (23/8/2022).
Menurut perhitungan Bank Mandiri, apabila harga BBM jenis Pertalite dinaikkan dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter, maka akan meningkatkan inflasi sebesar 0,83 ppt. Kenaikan harga Pertalite juga berpotensi memangkas pertumbuhan ekonomi sebesar -0,17 ppt.
Kondisi yang sama juga bisa terjadi jika harga Solar naik dari Rp5.150 per liter menjadi Rp8.500 per liter. Dia mengatakan kenaikan harga solar subsidi akan memberikan kontribusi kenaikan inflasi sekitar 0,33 ppt dan berpotensi menurunkan pertumbuhan sebesar -0,07 ppt.
"Ini berarti tingkat inflasi pada tahun 2022 bisa lebih tinggi dari perkiraan kami saat ini sebesar 4,60 persen, [inflasi] berpotensi menuju sekitar 6 persen," ungkapnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan fakta-fakta terkait jebolnya subsidi energi sebesar Rp502 triliun yang telah dianggarkan pada APBN 2022. Dia bahkan memperkirakan pemerintah harus nambah lagi anggaran subsidi, bahkan bisa mencapai Rp198 triliun. Meski demikian, dia mengaku penambahan subsidi tidak akan cukup jika tak dilakukan pembatasan.
"Nambah, kalau kita tidak menaikkan [harga] BBM. Kalau tidak dilakukan apa-apa, tidak ada pembatasan. Tidak ada apa-apa, maka Rp502 triliun tidak akan cukup. Nambah lagi bisa mencapai Rp698 triliun. Itu untuk subsidi tadi solar dan pertalite saja. Saya belum menghitung LPG dan listrik," imbuhnya.
Menurut Sri Mulyani, pemerintah dihadapkan pada tiga opsi atau skenario untuk mengatasi kondisi jebolnya anggaran subsidi energi. Pertama, menaikkan anggaran subsidi hingga mendekati Rp700 triliun, seperti perhitungannya—yang akan membebani kondisi fiskal.
Kedua, mengendalikan volume konsumsi BBM, terutama pertalite dan solar. Sri Mulyani menyebut bahwa dalam opsi ini, akan terdapat ketentuan siapa yang bisa dan tidak bisa membeli BBM bersubsidi, juga terdapat pembatasan berapa banyak pembelian BBM bersubsidi oleh setiap orangnya.
Baca Juga
"Ketiga, naikkan [harga] BBM-nya," kata Sri Mulyani.