Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Risiko jika Indonesia Beli Minyak Murah dari Rusia, Tidak Main-Main

Rusia menawarkan minyak ke berbagai negara, termasuk Indonesia dengan harga yang lebih murah 30 persen dari pasar.
Ilustrasi pengeboran minyak lepas pantai./Bloomberg-Angel Navarrete
Ilustrasi pengeboran minyak lepas pantai./Bloomberg-Angel Navarrete

Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif atau Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno menyebut bahwa Rusia telah menawarkan minyak dengan harga murah kepada Indonesia. Akan tetapi penawaran itu dapat membawa risiko terhadap perdagangan dolar.

Hal tersebut disampaikan oleh Sandiaga Uno dalam acara CEO Mastermind 7. Cuplikan paparannya mengenai perang dan minyak Rusia diunggah dalam akun instagram miliknya, @sandiuno pada Sabtu (20/8/2022).

Sandi menjelaskan bahwa Rusia meraup untung atas tingginya harga minyak secara global, karena Negara Beruang Merah merupakan salah satu produsen minyak besar. Di sisi lain, kenaikan harga minyak sendiri terjadi karena serangan Rusia ke Ukraina, sehingga menurut Sandi perang itu masih akan berlangsung cukup lama.

Di tengah kondisi itu, menurutnya Rusia menawarkan minyaknya ke berbagai negara dengan harga yang lebih murah dari pasar. Sandi menyebut bahwa Rusia menawarkan Indonesia minyak dengan diskon 30 persen dari harga pasar.

"Rusia kan nawarin ke kita, eh lu mau gak? India sudah ambil minyak kami nih, harganya 30 persen lebih murah dari harga pasar internasional," ujar Sandi, dikutip dari unggahannya pada Senin (22/8/2022).

Menurutnya, Presiden Joko Widodo pun melirik tawaran itu, karena cukup menguntungkan bagi Indonesia. Namun, terdapat sejumlah risiko yang dipertimbangkan oleh pemerintah dalam bertransaksi dengan Rusia.

Pertama, terdapat risiko pemblokiran dari Amerika Serikat jika Indonesia membeli minyak dari Rusia, terutama jika transaksinya menggunakan dolar. Hal tersebut dapat terjadi karena menurut Sandi, seluruh transaksi dolar harus melewati sistem swift di New York, Amerika Serikat sehingga Indonesia menjadi tidak bisa mengirim mata uang tersebut.

"Setiap pengiriman dolar AS harus lewat New York. Kenapa kita takut enggak ngambil minyak Rusia, karena kita takut swift-nya dimatiin. Swit dimatiin kita enggak ngirim dolar AS," kata Sandi.

Dia menyebut bahwa Rusia memberikan solusi atas risiko itu, yakni agar pembayaran berlangsung dengan mata uang rubel. Sandi pun menyatakan bahwa orang-orang di sektor keuangan Indonesia sedang menghitung penawaran dan peluang tersebut.

Risiko kedua adalah embargo atas produk-produk Amerika Serikat di Indonesia, seperti yang terjadi di Rusia terhadap sejumlah merek, seperti Starbucks, McDonald's, dan lain-lain. Namun, Sandi sendiri tidak menilai hal tersebut sebagai risiko yang vital karena banyak substitusinya di dalam negeri.

"Ada yang gak setuju, karena takut, wah nanti bagaimana diembargo sama Amerika Serikat. Ya, biarin saja lah. Kalau kita diembargo paling kita enggak bisa makan McDonalds kan. Makan Baba Rafi [RAFI] lah," katanya.

Sandi menilai bahwa apa yang masyarakat lihat mengenai konflik di tingkat global dapat berbeda dengan cara pandang dari perspektif lain, seperti geopolitik maupun makroekonomi. Perdagangan minyak menjadi contoh nyata, bahwa Indonesia menghadapi tantangan terhadap kondisi global dan kekuatan barat dalam hal teknologi, termasuk pembayaran.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper