Bisnis.com, JAKARTA- Pengurangan order produk garmen dari sejumlah negara tujuan ekspor seperti Amerika Serikat (AS) dan negara-negara di Eropa kian parah selama sebulan terakhir.
Ketua Umum Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan 40 persen orderan di pasar ekspor menghilang akibat terdampak inflasi di AS dan Eropa.
Sebulan yang lalu, jumlah penurunan order untuk produk garmen baru 15 persen di bawah kondisi normal. "Dan akan lebih buruk kalau masalah di Taiwan berkepanjangan. Sebab, di sana adalah jalur transportasi kapal utama [jalur utara]. Termasuk kapal AS," kata Redma kepada Bisnis, Minggu (21/8/2022).
Sementara di jalur di selatan, lanjut Redma, kapal-kapal laut dinilai belum adaptif terhadap kondisi di area tersebut. Menurutnya, salah satu yang bisa dimanfaatkan adalah jalur Australia - Amerika Serikat. Namun, ketersediaan jalur tersebut dinilai tetap tidak mampu mengungkit ekspor garmen RI sesuai target pemerintah
Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang mematok target ekspor TPT nasional tahun ini di kisaran US$13 miliar hingga US$14 miliar.
Namun, pelaku usaha industri TPT hanya mematok target ekspor di kisaran US$11,5 miliar sampai dengan akhir tahun.
Baca Juga
Dia menilai tantangan ekspor di industri TPT cukup berat tahun ini. Sebab, hal yang menjadi masalah adalah permintaan yang kembali mengalami penurunan.
"Order 3-6 ke depan yang tersendat. Memang inflasi AS dan Eropa cukup berat bagi TPT. Sebanyak 40 persen ekspor garmen akan tergerus hingga akhir tahun," jelasnya.