Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pandemi dan Perang Rusia vs Ukraina Tingkatkan Risiko Resesi di Eropa

Studi terbaru mengungkapkan pandemi Covid-19 dan perang Rusia vs Ukraina bisa tingkatkan risiko resesi di Eropa.
Bendera Uni Eropa/Reuters
Bendera Uni Eropa/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Sebuah studi yang diterbitkan oleh Institut Ekonomi Jerman (IW) mengungkapkan bahwa krisis akibat pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina telah meningkatkan risiko resesi di Uni Eropa.

Studi tersebut mengungkapkan bahwa pendekatan nasional untuk krisis besar dapat dimengerti, terkait perang Rusia-Ukraina saat ini, hal tersebut justru berisiko menimbulkan perbedaan progresif dalam pembangunan ekonomi.

"Krisis yang terjadi saat ini memperkuat ketidakseimbangan antara ekonomi yang disebabkan oleh krisis akan membawa Uni Eropa di ambang resesi," tulis studi tersebut seperti dilansir dari Antara, Jumat (12/8/2022).

Tahun lalu, Uni Eropa mengadopsi paket pemulihan 800 miliar euro atau setara dengan US$826 miliar dolar untuk mengatasi dampak pandemi Covid-19.

Spanyol dan Italia, dua negara yang paling terpukul, menerima bagian terbesar masing-masing sebesar 77 miliar euro dan 70 miliar euro dalam bentuk bantuan yang tidak dapat dibayar kembali.

"Meskipun program tersebut tampaknya memberikan insentif positif bagi investasi swasta di blok tersebut, pemulihan berbentuk V [V shape] yang cepat atau sangat diharapkan tidak terwujud," kata studi tersebut.

Negara-negara Uni Eropa terpukul ke tingkat yang berbeda. Di beberapa negara anggota seperti Jerman, Spanyol, dan Italia, pengeluaran konsumen swasta atau produksi industri masih di bawah tingkat sebelum krisis.

Selain itu, tingkat inflasi yang sudah tinggi lebih didorong oleh guncangan harga energi eksogen.

Inflasi di Uni Eropa naik menjadi 9,6 persen pada Juni 2022. Tingkat inflasi tertinggi tercatat di Estonia dan Lithuania, yang menembus lebih dari 20 persen.

Di Jerman, tren kenaikan sedikit melambat pada Juli menjadi 7,5 persen, menurut data resmi.

Untuk mengekang tingkat inflasi yang tinggi, Bank Sentral Eropa (ECB) telah menaikkan suku bunga acuan. Setelah langkah pertama sebesar 0,5 poin persentase pada Juli 2022, ECB diprediksi akan meningkatkan kembali suku bunga di masa depan.

"Ini adalah kenaikan suku bunga pertama dalam 11 tahun. Tapi sebenarnya ini hanya langkah terakhir dalam perjalanan kami untuk melepaskan langkah-langkah khusus yang harus kami ambil untuk melawan serangkaian krisis," kata Presiden ECB Christine Lagarde pada Juli.

Namun, IW mengungkapkan efek langsung dari kenaikan suku bunga tidak mungkin. Sebaliknya, intervensi ECB bahkan dapat meningkatkan risiko resesi.

"Stagflasi adalah risiko nyata di Eropa," ujar institut tersebut.

Setelah krisis energi, ekonomi besar dengan pangsa industri yang tinggi seperti Jerman dapat tertinggal, sementara itu akan menjadi semakin sulit bagi perusahaan-perusahaan untuk menjaga ekonomi tetap produktif dan kompetitif.

"Untuk jangka panjang, dalam kasus terburuk, kondisis akan menyebabkan migrasi seluruh industri ke luar negeri," tulis IW.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper