Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom Ungkap Penyebab RI Tahan Banting terhadap Gejolak Global

Aktivitas ekonomi global dihadapkan pada ancaman stagflasi, seiring dengan kenaikan harga komoditas yang menyebabkan terkereknya inflasi di banyak negara.
Suasana deretan gedung bertingkat dan perumahan padat penduduk di Jakarta, Senin (4/7/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Suasana deretan gedung bertingkat dan perumahan padat penduduk di Jakarta, Senin (4/7/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Perekonomian Indonesia dinilai berada dalam posisi yang cukup kuat dalam menghadapi tingginya tantangan global saat ini.

Aktivitas ekonomi global diperkirakan akan menurun dan dihadapkan pada ancaman stagflasi, sejalan dengan harga komoditas yang melonjak tinggi sehingga menyebabkan terkereknya inflasi di banyak negara.

Chief Economist Citibank Indonesia Helmi Arman mengatakan ekonomi Indonesia sejauh ini relatif dapat menyerap dampak negatif dari gejolak global dengan baik.

Hal ini tercermin dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pada kuartal II/2022 tercatat tumbuh lebih tinggi, sebesar 5,44 persen secara tahunan.

Helmi menyampaikan, salah satu faktor yang mendukung pertumbuhan ekonomi tetap kuat yaitu indonesia merupakan negara eksportir komoditas, di mana harga komoditas unggulan Indonesia turut mengalami kenaikan yang tinggi di pasar global.

Dengan lonjakan harga komoditas unggulan tersebut, kinerja ekspor Indonesia tumbuh tetap kuat, yaitu mencapai 19,74 persen secara tahunan pada kuartal II/2022.

“Walau Indonesia importir bensin, Indonesia merupakan eksportir untuk komoditas batu bara, sawit dan logam dasar,” katanya, Kamis (11/8/2022).

Lebih lanjut, helmi mengatakan market share ekspor Indonesia pun mengalami peningkatan, terutama ke negara besar, salah satunya China.

“Sejak 2020 investasi ke sektor logam dasar sudah mulai berproduksi dan ekspornya ke Asia, terutama China, dan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir dari yang tidak memproduksi nikel signifikan, sekarang Indonesia sudah berkontribusi sekitar 70 persen dari produksi nikel dunia. Pertumbuhan ekspor ini ibarat payung ekonomi Indonesia di saat global sedang hujan,” jelasnya.

Lebih lanjut, Helmi mengatakan neraca perdagangan Indonesia melanjutkan tren surplus dan ini turut menopang keseimbangan di pasar valas domestik, sehingga meski suku bunga acuan naik di Amerika Serikat dan terjadi outflow dari pasar obligasi negara berkembang, nilai tukar rupiah relatif stabil meski terdepresiasi, seiring dengan depresiasi mata uang negara lain.

“Surplus perdagangan yang tinggi juga memberikan payung pada APBN pada sisi penerimaan yang pada tahun ini tumbuh signifikan, di samping juga ada faktor lain seperti reformasi perpajakan, sehingga dengan pasar valas yang masih seimbang dan cukup stabil, ditambah penerimaan tambahan di sisi APBN, ini memberikan ruang bagi pemerintah untuk menambah subsidi,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper