Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan RI Sri Mulyani mengatakan naiknya suku bunga Federal Reserve (The Fed) selama empat dekade terakhir selalu memicu terjadinya beberapa krisis ekonomi di berbagai belahan dunia.
"Semua negara termasuk Indonesia perlu mewaspadai efek rambatan dari kenaikan suku bunga AS [The Fed]. Pasalnya, hal tersebut berpotensi menimbulkan gejolak di sektor keuangan atau pasar keuangan," ujarnya dalam konferensi pers APBN Kita pada Kamis (11/8/2022).
Baca Juga
Sebagaimana diketahui, kondisi pandemi Covid-19 dan geopolitik telah menimbulkan risiko pada disrupsi sisi suplai, padahal demand side meningkat. Ini kemudian memicu terjadinya inflasi yang melonjak tinggi.
Tingkat inflasi di AS dan Eropa yang melonjak naik kemudian direspon dengan kebijakan moneter melalui pengetatan likuiditas dan kenaikan suku bunga. Tindakan tersebut kemudian menimbulkan efek rambatan ke berbagai negara.
"Volatilitas pasar keuangan melonjak, capital outflow terjadi di negara berkembang dan negara-negara emerging, dan ini menekan nilai tukar Rupiah dan juga meningkatkan cost of fund atau lonjakan biaya utang," imbuhnya.
Menurut dia, inflasi yang tinggi dan pengetatan suku bunga atau moneter kian memperlemah kondisi perekonomian dunia. Dia menyampaikan kombinasi pelemahan ekonomi dunia dan inflasi yang masih tinggi merupakan kombinasi yang sangat rumit dan berbahaya bagi pemangku kebijakan dan perekonomian.
"Ini yang kita sebut risiko perekonomian bergeser dari yang tadinya yang mengancam paling utama dari pandemi sekarang bergeser menjadi risiko finansial melalui berbagai penyesuaian kebijakan dan lonjakan inflasi yang tinggi," ungkap Sri Mulyani.