Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia atau BP2MI mengungkapkan PMI yang menjadi korban terindikasi tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Kamboja jumlahnya terus bertambah mencapai 232 orang.
Kepala BP2MI Benny Rhamdani menyampaikan jumlah tersebut dinamis dan kemungkinan akan terus bertambah seiring dengan pengaduan-pengaduan yang masuk.
“Iya [sudah bertambah], awalnya 57, bergerak ke 62, lalu 68, terakhir saya ketemu Pak Judha [Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri] di bandara totalnya sudah 232,” ujar Benny di Kantor BP2MI, Rabu (10/8/2022).
Benny menyampaikan laporan dari Kementerian Luar Negeri memprediksi angka korban dinamis dan jumlah masih akan terus bertambah.
Saat ini, 62 WNI telah diselamatkan sudah dipindahkan KBRI Phnom Penh dari Sihanoukville menuju Phnom Penh dan akan mendapat konseling psikologis. Mereka juga akan menjalani pemeriksaan berdasarkan Formulir Penyaringan Identifikasi Korban/Terindikasi Korban TPPO sebelum direpatriasi ke Indonesia.
Dia menjelaskan, beberapa dari korban juga mengalami kekerasan fisik akibat menolak untuk kerja. Para PMI yang menjadi korban penipuan tersebut dipaksa bekerja untuk perusahaan penipuan daring (online scam) di Sinhanoukville, Kamboja, dengan menyasar target Indonesia.
Baca Juga
“Yang mengalami penganiayan itu yang diperintah kerja melawan, kemudian disekap, itu laporan dari Kemlu, bagaimana mereka mau? Dijanjikan bekerja, tiba-tiba sampai sana pekerjaannya ternyata penipuan online, yang jadi target penipuan Indonesia, ya dia berontak gamau, karena berontak maka disekap,” paparnya.
Sejak 7 Agustus 2022 hingga hari ini, pemerintah sudah berhasil memulangkan 39 orang korban penyekapan tersebut yang telah sampai di Indonesia melalui Bandara Soekarno Hatta. Sisa korban yang belum dipulangkan masih menunggu proses di Kamboja.
Berdasarkan penelitian Migrant Care, sindikat perdagangan manusia menyasar daerah dengan tingkat penganggurannya tinggi, banyak pekerja migran, dan berusia produktif.
Benny juga menyampaikan bahwa para PMI yang dipulangkan tidak mendapatkan tunjangan karena berangkat secara illegal, namun tetap difasilitasi kepulangannya hingga rumah oleh pemerintah.
Di lain sisi, Benny meminta pihak Kementerian Luar Negeri untuk klasterisasi korban sebanyak 232 orang tersebut agar terdata dengan pasti dan tidak ada oknum PMI yang memanfaatkan kepulangan secara gratis oleh pemerintah.
“Saya minta ke Pak Judha kemarin untuk diklaster, mana yang korban yang berangkat dua tiga bulan lalu kemudian merasa jadi korban, melapor, kemudian mereka minta dipulangkan, kok angkanya dinamis? Jangan-jangan mereka sudah lama di sana,” katanya.