Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

G7 Minta Indonesia Ikut Tekan Rusia agar Harga Minyak Turun

AS dan negara-negara G7 hendak membentuk koalisi untuk mendorong penetapan batas harga atas minyak Rusia.
Rangkaian kereta pengangkut minyak mentah, bahan bakar, dan gas cair dalam posisi miring di stasiun kereta Yanichkino, menuju ke kilang Gazprom Neft PJSC Moscow di Moskow, Rusia/Bloomberg-Andrei Rudakov
Rangkaian kereta pengangkut minyak mentah, bahan bakar, dan gas cair dalam posisi miring di stasiun kereta Yanichkino, menuju ke kilang Gazprom Neft PJSC Moscow di Moskow, Rusia/Bloomberg-Andrei Rudakov

Bisnis.com, JAKARTA — Amerika Serikat dan negara-negara G7 mengajak Indonesia untuk turut mendorong penetapan batas harga atau price cap atas minyak dari Rusia. Pemberlakuan larangan impor minyak Rusia oleh G7 dan penetapan batas harga dinilai dapat menekan harga minyak global, yang naik akibat invasi Rusia ke Ukraina.

Salah seorang Pejabat Pemerintah Amerika Serikat menjelaskan bahwa pihaknya dan negara-negara G7 hendak membentuk koalisi untuk mendorong penetapan batas harga atas minyak Rusia. Untuk memperkuat langkah itu, mereka pun ingin mengajak negara-negara selain G7 untuk bergabung, termasuk Indonesia.

"Kami berupaya membangun koalisi, suatu koalisi G7+, dan kami melihat Indonesia sebagai mitra dalam hal ini, mengingat kepemimpinannya di G20 tahun ini. Kami berharap Indonesia sebagai importir minyak bumi akan mendapatkan manfaat dari harga minyak yang lebih rendah," ujar pejabat itu dalam pertemuan yang dihadiri Bisnis, Selasa (9/8/2022) di Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jakarta.

Dia menilai bahwa Rusia memperoleh keuntungan atas tingginya harga minyak global, karena sebagai produsen akan menikmati pendapatan yang melimpah. Serangan Rusia ke Ukraina mendisrupsi pasokan minyak global sehingga meningkatkan harganya, oleh karena itu menurutnya Rusia meraup untung atas invasi tersebut.

Sebagai gambaran, menurutnya, biaya produksi untuk sebagian besar jenis minyak di Rusia adalah US$10 per barrel dan sebagian lainnya berkisar US$40. Dalam beberapa bulan terakhir, harga minyak global bergerak di atas US$100 sehingga Rusia menikmati cuan yang sangat berlimpah.

Amerika Serikat dan negara-negara G7 sepakat untuk tidak mengimpor minyak dari Rusia, sebagai bentuk protes atas kenaikan harga akibat invasi ke Ukraina. Selain itu, mereka pun melarang layanan-layanan dari lembaga jasa keuangan, seperti asuransi, untuk memfasilitasi pengiriman minyak dari Rusia.

Negeri Paman Sam telah memberlakukan larangan impor itu sejak Maret 2022, sedangkan Uni Eropa akan memulainya pada Desember tahun ini. Kanada sudah memberlakukan larangan meskipun volume impor minyaknya dari Rusia tidak begitu besar, sementara Jepang sedang mempersiapkan pelarangan tersebut.

Pejabat tersebut menyebut bahwa G7 ingin mengajak negara-negara lainnya, termasuk Indonesia, untuk melakukan langkah serupa. Terdapat dua kategori negara yang ingin mereka ajak bergabung sebagai 'plus' dalam koalisi G7+, yakni mereka yang memberlakukan larangan tetapi masih memiliki layanan keuangan dan mereka yang masih mengimpor dan memiliki layanan keuangan.

"Ini bisa mencakup negara seperti Australia, yang memberlakukan larangan [impor] tetapi masih memiliki layanan seperti asuransi, jika sepakat menjadi bagian dari koalisi maka akan melarang layanan itu kecuali pembelian minyak berada di bawah batas harga. Juga seperti Indonesia, yang mengimpor minyak tetapi sepakat untuk impor dan memberikan layanan jika harganya bawah batas," ujar pejabat tersebut.

Dia menyebut bahwa Indonesia bisa menerima manfaat jika bergabung dalam koalisi dan mendukung penetapan price cap. Jika langkah itu berhasil menurunkan harga minyak global, jumlah subsidi energi dari pemerintah bisa turun, sehingga mengurangi beban fiskal.

Di negara lain, tingginya harga minyak secara global langsung berpengaruh kepada konsumen, karena tidak semua negara memberikan subsidi. Bagi negara-negara tersebut, menurutnya, masyarakat akan menikmati langsung manfaatnya jika harga minyak global turun.

"Di Indonesia konsumen sudah mendapatkan [minyak] di bawah harga pasar, jadi pada dasarnya ini akan membantu pemerintah membayar lebih sedikit subsidi. Kami berusaha 'mengambil' uang dari Rusia [dari keuntungannya karena harga minyak naik] dan memberikannya ke negara-negara seperti Indonesia," katanya.

Dia pun menyebut bahwa turunnya harga minyak secara global dapat meredam lonjakan inflasi. Pasalnya, tingginya harga minyak membawa efek rambatan terhadap berbagai komoditas lain yang berkaitan dengan energi, seperti pangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper