Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Biaya Surcharge Naik, Ini Kata Garuda Indonesia (GIAA)

Garuda Indonesia akan menyikapi kenaikan surcharge dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat.
Pesawat Garuda Indonesia di Bandara Internasional Yogyakarta./Antara
Pesawat Garuda Indonesia di Bandara Internasional Yogyakarta./Antara

Bisnis.com, JAKARTA — PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) merespons terkait dengan kebijakan anyar Kementerian Perhubungan (Kemenhub) soal besaran biaya tambahan (surcharge) akibat fluktuasi bahan bakar avtur. Kebijakan baru terttuang pada KM No.142/2022, yang mana memperbolehkan surcharge lebih tinggi dari ketentuan sebelumnya.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menyampaikan bahwa akan menyikapi dan menjalankan kebijakan baru tersebut dengan cermat dan seksama. Kendati diberikan ruang lebih leluasa dalam menerapkan surcharge sejalan dengan dinamika harga avtur, Irfan menyebut akan tetap mengedepankan keterjangkauan bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya.

"Garuda Indonesia tentunya akan menyikapi dan menjalankan kebijakan tersebut secara cermat dan seksama, dengan mempertimbangkan fluktuasi harga bahan bakar avtur terhadap kebutuhan penyesuaian harga tiket yang tentunya dengan tetap mengedepankan pemenuhan kebutuhan masyarakat atas aksesibilitas layanan penerbangan," terang Irfan melalui keterangan resmi, Minggu (7/8/2022).

Irfan juga menegaskan akan patuh terhadap kebijakan tarif batas atas (TBA) dan tarif batas bawah (TBB) yang berlaku. Dia juga mengajak agar seluruh stakeholders penerbangan bisa mengoptimalkan kondisi saat ini untuk mendorong pemulihan industri penerbangan.

Pada kebijakan sebelumnya yakni KM No.68/2022 yang berlaku pada 18 April 2022, besaran surcharge bisa diterapkan maksimal 10 persen dari TBA untuk pesawat udara jenis jet, dan 20 persen dari TBA untuk pesawat propeller (baling-baling).

Pada KM No.142/2022 yang berlaku sejak Kamis (4/8/2022) lalu, besaran surcharge menjadi lebih tinggi yakni paling tinggi 15 persen dari TBA untuk pesawat udara jenis jet, dan paling tinggi 25 persen dari TBA untuk pesawat udara jenis baling-baling.

Adapun, penerapan pengenaan biaya tambahan atau surcharge tersebut bersifat pilihan (opsional) bagi maskapai sehingga tidak bersifat wajib.

Irfan menyebut bahwa surcharge bisa dieksekusi dengan angka maksimal sejak dari aturan sebelumnya yakni saat masih sebesar 10 persen dari TBA untuk pesawat jet. Menurutnya, kenaikan harga tiket merupakan hal yang tidak terhindarkan.

"Aturan sebelumnya kan sudah jalan yaitu 10 persen. Ini kan kenaikan tak terhindarkan," terang Irfan secara terpisah.

Di sisi lain, Plt Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Nur Isnin Istiartono menghimbau kepada seluruh maskapai yang melayani rute penerbangan berjadwal dalam negeri agar dapat menerapkan tarif penumpang yang lebih terjangkau oleh pengguna jasa penerbangan.

Nur Isnin menyebut dengan memberlakukan tarif penumpang yang terjangkau, tentunya akan menjaga konektivitas antarwilayah di Indonesia dan kontinuitas pelayanan jasa transportasi udara.

"Seperti kita ketahui, bahwa kemampuan daya beli masyarakat belum pulih akibat pandemi Covid-19 namun kebutuhan masyarakat akan transportasi udara tetap harus diperhatikan," imbuhnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper