Bisnis.com, JAKARTA – Konflik antara China dan Taiwan bukanlah hal paling signifikan yang mengganjal aliran investasi asing ke Indonesia. Lalu, perihal apa yang sesungguhnya mengganjal masuknya modal asing ke Tanah Air?
Wakil Ketua Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Shinta W. Kamdani mengatakan terdapat dua hal yang paling berpotensi menunda realisasi investasi ke dalam negeri.
Pertama, krisis ekonomi global, khususnya bila krisis terjadi di negara-negara sumber modal besar seperti Amerika Serikat (AS), negara Uni Eropa (UE), dan Jepang.
"Kondisi krisis di negara-negara tersebut akan menekan volume foreign direct investment [FDI] negara-negara berkembang," ujar Shinta kepada Bisnis, Rabu (3/8/2022).
Kondisi seperti itu, lanjutnya, secara tidak langsung akan membatasi atau mengekang potensi realisasi penanaman modal ke Indonesia, meskipun iklim usaha dan investasi sudah kompetitif.
Kedua, ketidakstabilan iklim usaha nasional. Menurut Shinta, Indonesia harus memastikan gejolak ekonomi global tidak menganggu atau merusak stabilitas serta kesehatan parameter-parameter fundamental ekonomi nasional.
Apabila parameter-parameter seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomk mengindikasikan adanya kelemahan struktural thd ekonomi nasional, maka arus investasi akan berhenti dalam sekejap, bahkan bisa capital flight.
Belakangan, potensi masuknya modal dari perusahaan asing ke Tanah Air sedang santer terdengar. Belum lama ini, LG Electronics berkomitmen merelokasi pabrik dari China ke Indonesia.
Nilai investasi dari perusahaan asal Korea Selatan itu diestimasikan mencapai US$9,8 miliar dan akan dialokasikan untuk membangun pabrik di Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang, Jawa Tengah.
Sekitar sepekan yang lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga mengatakan ada komitmen investasi mencapai Rp27 triliun dari 75 negara di Kawasan Industri Kendal.
Negara yang dimaksud antara lain Singapura, Malaysia, Jepang Korea Selatan, China, Taiwan, dan Hong Kong. Investasi di Kawasan Industri Kendal yang sudah menghasilkan US$50 juta dari ekspor tersebut diperkirakan bisa menyerap 12.030 tenaga kerja.