Bisnis.com, JAKARTA – Kantor Staf Presiden mengapreasiasi langkah cepat Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Tenaga Kerja dalam merumuskan kembali nota kesepahaman tentang Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) Sektor Domestik di Malaysia.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Fadjar Dwi Wisnuwardhani mengatakan upaya tersebut mewujudkan kembali kesepakatan antar kedua negara untuk membuka perekrutan dan penempatan PMI di Malaysia mulai 1 Agustus 2022.
Fadjar menegaskan pembukaan dan penempatan kembali PMI di Malaysia harus tetap berpegang teguh pada komitmen Memorandum of Understanding (MoU) yang telah ditandatangani pada 1 April dan 28 Juli 2022. Kedua MoU ini menguatkan aspek pelindungan dan meningkatkan kepastian kebekerjaan bagi banyak calon PMI.
Dia juga menekankan kebijakan pengiriman kembali PMI ke Malaysia harus diikuti dengan pengawasan ketat atas implementasi MoU tersebut. Walakin, ada kepastian bagi semua pihak terutama Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) untuk bisa bekerja kembali di Malaysia.
“Pengawasan menjadi penting untuk dilakukan agar ketidakpastian berupa penutupan penempatan kembali di masa depan bisa dihindari,” ujarnya lewat rilisnya, Minggu (31/7/2022).
Dia melanjutkan KSP juga mendorong supaya keputusan pembukaan penempatan ini dikomunikasikan kepada berbagai pihak di dalam negeri, baik kepada pihak pemerintah dan pihak non-pemerintah, terutama kepada calon PMI yang akan berangkat ke Malaysia.
Baca Juga
Sebagai informasi, Pemerintah Indonesia dan Malaysia telah bersepakat untuk kembali melakukan penempatan PMI di Malaysia mulai 1 Agustus 2022. Kesepakatan ini ditandai dengan penandatanganan MoU oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dan Menteri Ketenagakerjaan Malaysia Datuk Seri M. Saravanan, dalam 1st Joint Working Group, Kamis (28/7/2022).
Fadjar menyebut, selain soal pembukaan kembali rekrutmen dan penempatan PMI, MoU juga memuat beberapa poin penting lainnya, yakni penggunaan One Channel System (OCS) sebagai satu-satunya sistem perekrutan PMI di Malaysia, mengintegrasikan OCS dengan sistem perekrutan yang sudah ada dengan masa persiapan selama 3 minggu, pelibatan berbagai institusi, kementerian, dan lembaga terkait dalam pelaksanan OCS, serta pelarangan perekrutan PMI di luar sistem dan mekanisme OCS.
Selain itu, Fadjar mengatakan Pemerintah Indonesia dan Malaysia juga sama-sama berkomitmen dan melakukan kerja sama bilateral untuk melawan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
“Dalam kaitan ini, KSP mendorong Kemenlu untuk mempercepat MoU khusus tentang pencegahan TPPO khususnya PMI dengan pihak Malaysia guna meningkatkan perlindungan,” katanya.
Fadjar juga meminta agar BP2MI kembali mempercepat proses pelayanan, edukasi, dan sosialisasi peraturan BP2MI No 7/2022 tentang proses sebelum bekerja bagi calon pekerja migran Indonesia.
Seperti diketahui, sejak 13 Juli 2022, pemerintah Indonesia memberhentikan penempatan PMI ke Malaysia. Sikap tegas ini merespons pelanggaran yang dilakukan Malaysia terhadap MoU Penempatan dan Pelindungan PMI Sektor Domestik Malaysia, yang telah disepakati dan ditandatangani pada 1 April 2022.
MoU tersebut, memuat ketentuan bahwa penempatan PMI hanya dilakukan melalui Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) atau One Channel System.
Namun usai penandatanganan MoU, Malaysia ternyata masih menggunakan sistem di luar SPSK, yaitu Sistem Maid Online (SMO). Sistem tersebut menempatkan pekerja migran secara langsung dengan mengubah visa kunjungan menjadi visa kerja, termasuk bagi pekerja asal Indonesia.