Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kementerian ESDM Optimistis Tujuh Smelter Tetap Beroperasi Pada Akhir Tahun Ini

Kementerian ESDM optimistis tujuh smelter tetap beroperasi pada akhir tahun ini meskipun harga komoditas yang mulai melandai dan pendanaan PSN masih seret.
Kementerian ESDM optimistis tujuh smelter tetap beroperasi pada akhir tahun ini meskipun harga komoditas yang mulai melandai dan pendanaan PSN masih seret. Presiden Jokowi (kiri) akan melakukan peletakan batu pertama atau “groundbreaking” pembangunan pabrik pemurnian (smelter) tambang milik PT Freeport Indonesia di Gresik, Jawa Timur, Selasa (12/10/2021)./Antara
Kementerian ESDM optimistis tujuh smelter tetap beroperasi pada akhir tahun ini meskipun harga komoditas yang mulai melandai dan pendanaan PSN masih seret. Presiden Jokowi (kiri) akan melakukan peletakan batu pertama atau “groundbreaking” pembangunan pabrik pemurnian (smelter) tambang milik PT Freeport Indonesia di Gresik, Jawa Timur, Selasa (12/10/2021)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan target penambahan tujuh pabrik pemurnian dan pengolahan mineral logam atau smelter, yang dapat beroperasi pada akhir tahun ini, tidak bergeser di tengah harga komoditas yang mulai melandai dan pendanaan proyek strategis nasional (PSN) itu yang masih seret.

Staf Khusus Menteri ESDM Irwandy Arif mengatakan bahwa tren pelandaian harga komoditas mineral dan logam tidak bakal berdampak signifikan pada sejumlah perusahaan besar, yang tengah mengerjakan proyek smelter tahun ini. Malahan, keuntungan yang sempat didapat akibat harga tinggi awal tahun ini diharapkan dapat dialokasikan untuk percepatan pembangunan smelter mereka.

"Perusahaan yang masih mapan tidak akan berpengaruh signifikan. Kecuali ada hal-hal ekstrem yang terjadi," kata Irwandy kepada Bisnis, Selasa (26/7/2022).

Menurut Irwandy, pergerakan harga komoditas yang belakangan menurun itu masih bersifat sementara alias berpotensi fluktuatif mengikuti faktor pasokan dan permintaan di pasar dunia. Artinya, tekanan pada harga komoditas tidak signifikan untuk mengoreksi pendanaan proyek smelter tahun ini.

"Salah satu prediksi harga komoditas akan melandai, namun ada juga prediksi bahwa harga tidak dapat diramalkan karena situasi sangat dinamis dan tidak dapat diduga," imbuhnya.

Dengan demikian, total smelter yang bakal efektif beroperasi hingga akhir tahun ini mencapai 28 unit untuk mempercepat upaya penghiliran komoditas mineral dan logam dalam negeri.

"Perkembangan pembangunan smelter sampai 2021 itu sudah ada 21 smelter beroperasi yang kemudian kalau kita lihat rencana 2022 itu akan ada tambahan lagi tujuh smelter, tentunya kalau kita lihat mudah-mudahan bisa berjalan lancar hingga akhir 2022 itu menjadi 28 smelter," ungkap Irwandy.

Adapun, Kementerian ESDM mencatat total investasi yang dibutuhkan untuk upaya percepatan pembangunan smelter hingga 2023 mencapai US$30 miliar atau setara dengan Rp437,1 triliun. Rencana anggaran itu naik 36,3 persen dari posisi awal yang dipatok sebesar US$22 miliar atau setara dengan Rp320,54 triliun pada 2021 lalu.

"Sampai 2023 itu dibutuhkan biaya pada perhitungan tahun lalu sekitar US$22 miliar, katakanlah ada inflasi kenaikan harga maksimum bisa US$30 miliar supaya rencana pendirian smelter itu sampai 2023 bisa terpenuhi," tuturnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Indonesian Mining Association (IMA) melaporkan perkembangan pembangunan pabrik pemurnian dan pengolahan mineral logam atau smelter relatif berjalan lamban akibat seretnya pendanaan. Malahan, sebagian besar kendala pendanaan itu dialami oleh sejumlah smelter yang menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN).

Pelaksana Harian Direktur Eksekutif IMA Djoko Widajatno mengatakan bahwa kondisi itu turut dikoreksi lebih dalam dengan kecenderungan harga mineral dan logam yang mulai melandai di Bursa Berjangka dengan pasar terbesar di dunia, London Metal Exchange (LME) memasuki akhir triwulan kedua tahun ini. Kendati demikian, Djoko optimistis, tren pelandaian harga itu tidak bakal berlangsung lama menyusul peluang pembalikan permintaan pada paruh kedua 2022.

"Pasar dipengaruhi Bank Sentral Uni Eropa untuk menurunkan harga-harga komoditas yang mereka perlukan, kalau tidak mereka tidak bisa membayar bunga. Seperti Timah ini sudah turun 1,75 persen, tapi masih oke karena kita masih bisa tutup biaya operasional," kata Djoko saat dihubungi, Selasa (26/7/2022).

Djoko menerangkan situasi itu bakal ikut menekan pendanaan percepatan pembangunan smelter di dalam negeri yang ditarget rampung 2 tahun ke depan. Adapun, Djoko mengatakan, isu pendanaan menjadi kendala utama dari upaya percepatan pembangunan smelter setelah pandemi Covid-19.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper