Bisnis.com, JAKARTA - Sri Lanka tengah melakukan perundingan dengan China untuk paket darurat senilai US$4 miliar guna mendukung proses keluar dari krisis ekonomi. Sri Lanka meminta Negeri Panda tersebut membantu sektor perdagangan, investasi, dan pariwisata secara berkelanjutan.
Dilansir dari Channel News Asia pada Selasa (26/7/2022), negara kepulauan berpenduduk 22 juta orang itu menderita krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan tahun 1948 setelah kehabisan cadangan devisa.
Penekanan Duta Besar Sri Lanka untuk China Palitha Kohona mengatakan China menjadi kunci pemulihan Sri Lanka, karena status Beijing sebagai salah satu dari dua kreditur asing terbesar Sri Lanka bersama dengan Jepang. China juga memegang sekitar 10 persen dari utang luar negeri Sri Lanka.
Kohona mengungkapkan Kolombo ingin China mendorong perusahaannya untuk membeli lebih banyak teh hitam, safir, rempah-rempah, dan pakaian serta membuat aturan impor China lebih transparan dan lebih mudah dinavigasi.
Dia mengatakan Beijing juga dapat membantu dengan menuangkan investasi lebih lanjut ke proyek pelabuhan besar yang didukung China di Kolombo dan Hambantota.
“Rencana investasi besar China belum terwujud karena pandemi Covid-19,” kata Kohona.
Baca Juga
Selain itu, Sri Lanka ingin lebih banyak turis China datang ke negaranya, setelah jumlahnya anjlok menjadi hampir nol usai serangan bunuh diri tahun 2019 dan pandemi Covid-19. Jumlah turis China yang mengunjungi Sri Lanka mencapai 265.000 pada 2018.
Adapun, Presiden baru Sri Lanka Ranil Wickremesinghe berencana untuk mengunjungi China guna membahas kerja sama dalam berbagai hal termasuk perdagangan, investasi, dan pariwisata.
Kohona mengharapkan tidak ada perubahan mendasar dalam kebijakan pemerintah baru terhadap China.
Dia memahami China merasa sulit untuk bertindak cepat dalam membantu Sri Lanka sekarang karena sebagai kreditur global utama, juga terkena keuangan banyak negara lain dalam kesulitan keuangan.
Diketahui, selama beberapa bulan Sri Lanka telah melakukan pembicaraan di China untuk paket bantuan senilai US$4 miliar, yang terdiri dari pinjaman sebesar US$1 miliar untuk membayar kembali jumlah utang China yang jatuh tempo tahun ini.
Negara itu juga meminta batas kredit US$1,5 miliar untuk membayar impor China. Kohona mengatakan impor ini terutama merupakan input yang dibutuhkan oleh industri garmen — yang menguntungkan negaranya — seperti kancing dan ritsleting.
Sri Lanka juga berharap dapat membujuk China untuk mengaktifkan pertukaran mata uang bilateral senilai US$1,5 miliar.