Bisnis.com, JAKARTA – PT Mayora Indah Tbk. (MYOR) angkat bicara mengenai tidak tercantumnya industri makanan dan minuman (mamin) sebagai penerima insentif PPh 22 Impor dalam PMK No. 114/2022 tentang tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak.
"Dari Mayora, kalau memang bisa dapat bagus. Kalau tidak apa mau dikata," kata perwakilan Mayora kepada Bisnis, Senin (25/7/2022).
Kendati demikian, perusahaan menilai insentif PPh 22 Impor akan cukup membantu dalam mengurangi ongkos produksi karena masih terdapat bahan baku yang diimpor, seperti gula rafinasi dan terigu.
Perlu diketahui, strategi pelaku industri mamin dalam mengantisipasi ancaman inflasi dan fluktuasi harga bahan baku mesti didukung dengan adanya insentif dari pemerintah.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (GAPMMI) Adhi Lukman mengatakan tidak banyak strategi yang diterapkan oleh pelaku industri mamin di dalam negeri untuk mengantisipasi ancaman tersebut.
"Pelaku usaha mamin mau tidak mau harus melakukan efisiensi di setiap lini pengeluaran serta melakukan substitusi impor sejumlah bahan baku," ujar Adhi kepada Bisnis.
Beberapa bahan baku mamin yang sudah mulai di substitusi, salah satunya terigu yang digantikan dengan bahan lain seperti tapioka dan tepung jagung. Tetapi, Adhi menilai substitusi tidak bisa dilakukan dalam jumlah besar.
Sementara itu, sambungnya, penurunan biaya logistik ekspor-impor tidak begitu signifikan jika dibandingkan dengan periode Februari dan Maret tahun ini.
Menurut informasi dari Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), ongkos pengapalan barang impor masih melambung di kisaran 300-500 persen sejak akhir 2021 dibandingkan dengan periode sebelumnya.
"Pemerintah harus menyadari ini adalah kondisi krisis sehingga dibutuhkan berbagai insentif bagi dunia usaha untuk menekan inflasi," lanjutnya.
Selain PPh 22, Adhi menyebut insentif yang diperlukan adalah pembebasan bea masuk. Terutama, untuk bahan baku dan komoditas yang masuk ke dalam golongan barang dengan bea masuk ditanggung pemerintah.
"Ini akan efektif untuk menekan harga bahan baku sehingga harga produk tidak terlalu tinggi dan inflasi bisa ditekan. Setidaknya untuk masa krisis saja," ujarnya.
Perlu diketahui, data terbaru BPS yang menunjukkan penurunan impor sejumlah bahan baku industri mamin seperti gandum dan gula juga mengindikasikan geliat di sektor itu sedang terdistraksi.
Komoditas gula dan kembang gula tercatat golongan barang yang mengalami penurunan
terbesar pada Juni 2022, yakni 39,57 persen secara bulanan (month-to-month/m-t-m-m) dengan nilai US$152,8 juta.
Pada periode yang sama tahun lalu, nilai impor gula dan kembang gula mencapai sekitar US$165,7 juta. Dengan kata lain, secara tahunan atau year-on-year (yoy) komoditas tersebut mengalami penurunan sebesar 8,47 persen.
Sementara untuk bahan baku serealia seperti gandum, persentase penurunan nilai impor tahunan untuk periode yang sama dialami jauh lebih besar dibandingkan gula, akibat terdampak perang Rusia dan Ukraina.
BPS mencatat, nilai impor komoditas serealia pada Juni US$53,9 juta atau turun sebesar 32,73 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2021.
Secara bulanan (mtm), komoditas andalan industri mamin tersebut juga mengalami penurunan sebesar 15,77 persen.