Bisnis.com, JAKARTA -- Sejumlah maskapai mengeluhkan berbagai kondisi yang sedang dialami menyusul naiknya harga bahan bakar avtur. Maskapai Lion Air dan Susi Air menceritakan berbagai kesulitan tersebut menyebabkan harus ada penyesuaian harga tiket pesawat, dan betapa diperlukannya bantuan dari pemerintah.
CM Commercial Support Lion Air Group Saleh Alatas menjelaskan penyesuaian harga tiket menyusul kenaikan harga avtur tidak terelakkan. Hal itu disebabkan karena komponen biaya avtur yang memakan porsi terbesar dalam keseluruhan biaya operasional.
"Kita tentu melakukan strategi atau manuver bertahan hidup. Karena, memang komposisi bahan bakar ini sangat [besar] pada biaya operasional pesawat," terangnya pada webinar, Minggu (17/7/2022).
Berdasarkan catatan Bisnis, Lion Air memiliki pangsa pasar terbesar maskapai berjadwal rute domestik sepanjang 2020 yakni 35,3 persen atau 12,52 juta penumpang, selama masa awal pandemi Covid-19.
Kenaikan tarif penerbangan menyusul melonjaknya harga avtur juga dialami oleh maskapai Susi Air. Susi Pudjiastuti, pendiri Susi Air, mengatakan sampai dengan saat ini belum pernah membatalkan penerbangan kendati adanya kondisi kesulitan.
Akan tetapi, Susi tidak menampik bahwa kenaikan harga avtur ikut menyulitkan maskapai yang banyak melayani penerbangan rute perintis ini. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) pada periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo tersebut mencatat bahwa komponen avtur pada pesawat model propeller (baling-baling) bisa memakan porsi HPS hingga 34 persen.
Baca Juga
Belum lagi, tingginya biaya maintenance spare part serta tantangan transportasi dan logistik ke dan dari berbagai daerah yang dilayani membuat maskapai tersebut tertekan.
"Kemarin kita sudah tidak kuat keuangannya, ya saya terpaksa tiket perintis yang Rp250.000 saya tambah surcharge Rp100.000. Apa yang kita dapat? Seluruh KPA memberikan ancaman shutdown [tutup], ya saya bilang shutdown saja," terang Susi dalam kesempatan yang sama.
Di sisi lain, Susi menyebut harga sewa hanggar naik sampai dengan dua kali lipat. Hal tersebut, lanjutnya, membuat banyak pihak yang mengeluh terhadap penyesuaian harga yang dilakukan maskapai.
"Mau bagaimana? Di sini naik, di sana naik. Kita mau naikkan Rp100.000 harga tiket saja teriak dan marah semua. Kita semua sudah babak belur tapi malah dimarahi orang," terang Susi.
Adapun, saat ini Susi Air melayani 150-200 penerbangan per hari baik dari dan ke wilayah pedalaman.
Saat ini, pemerintah tengah menerapkan kebijakan tuslan atau fuel surcharge bagi maskapai menyusul adanya kenaikan harga avtur. Sampai dengan saat ini, Kementerian Perhubungan belum memutuskan nasib kebijakan fuel surcharge yang telah diterapkan sejak April 2022 lalu.