Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Investor Borong Aset Safe Haven, Imbal Hasil Obligasi Global Merosot

Imbal hasil obligasi Treasury AS tenor 10 tahun turun ke level 2,92 persen, sementara imbal hasil obligasi 10 tahun Australia merosot sebanyak 9 basis poin.
Petugas menghitung uang dolar AS di Cash Pooling Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (23/6/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Petugas menghitung uang dolar AS di Cash Pooling Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (23/6/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA – Imbal hasil obligasi pemerintah di sejumlah negara turun di hari kedua berturut-turut karena investor mengincar aset safe haven di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadp resesi AS.

Dilansir Bloomberg pada Selasa (12/7/2022), imbal hasil obligasi Treasury AS tenor 10 tahun turun ke level 2,92 persen, jauh di bawah level psikologis 3 persen menjelang rilis data tenaga kerja AS yang diantisipasi pada hari Jumat.

Sementara itu, imbal hasil obligasi 10 tahun Australia merosot sebanyak 9 basis poin. Adapun, imbal imbal hasil obligasi acuan Jepang turun untuk hari kedua berturut-turut.

Sentimen risk-off terlihat di pasar lain. Bursa berjangka AS turun bersama dengan bursa saham Asia. Sementara itu, dan euro kini nyaris setara dengan dolar AS untuk pertama kalinya dalam 20 tahun.

Pelemahan imbal hasil yang tajam pekan ini telah mempertahankan pola fluktuasi volatilitas baru-baru ini dalam obligasi di tengah likuiditas yang terbatas. Kenaikan suku bunga Federal Reserve dipandang meningkatkan risiko resesi, yang menghidupkan kembali daya tarik terhadap aset pendapatan tetap.

Analis suku bunga Nomura Holdings Inc. Andrew Ticehurst mengatakan pasar global terlihat khawatir terhadap kenaikan suku bunga the Fed yang agresif, kekurangan pasokan gas Eropa, dan kekhawatiran tindakan Rusia pada pasokan energi yang dapat menyebabkan resesi.

Selain itu, investor juga tengah menantikan musim laporan pendapatan di AS.

"Kami memperkirakan sinyal yang konsisten dari semua kelas aset, dengan ekuitas melemah, spread kredit lebih luas, imbal hasil lebih rendah, dolar Australia lebih rendah dan dolar AS menguat," ungkap Ticehurst seperti dikutip Bloomberg, Selasa (12/7/2022).

Meskipun para ekonom memperkirakan data inflasi AS hari Rabu naik ke level tertinggi baru dalam 40 tahun, investor obligasi menjadi lebih yakin pengetatan agresif the Fed akan membantu mengendalikan harga.

Presiden The Fed Bank of Atlanta Raphael Bostic semalam menegaskan kembali dukungannya untuk kenaikan 75 basis poin dalam pertemuan kebijakan The Fed akhir bulan ini.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper