Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Siap-Siap! Resesi Datang Lagi di 2023. Rupiah Bisa Rp16.000 per Dolar AS

Resesi diperkirakan kembali menghantui dunia pada 2023. Resesi kali ini diperkirakan akan panjang. Dampak resesi yang bisa berkepanjangan (long recession) ini akan menekan nilai tukar rupiah.
Logo Presidensi G20 Indonesia 2022 terpajang di Bundaran HI, Jakarta, Jumat (21/1/2022). /Antara Foto-Sigid Kurniawan-aww. rn
Logo Presidensi G20 Indonesia 2022 terpajang di Bundaran HI, Jakarta, Jumat (21/1/2022). /Antara Foto-Sigid Kurniawan-aww. rn

Bisnis.com, JAKARTA - Bayang-bayang resesi semakin jelas dengan adanya pernyataan Presiden Rusia Vladimir Putin yang memperingatkan bahwa tekanan sanksi akan memicu 'perang energi'.

Artinya, harga komoditas energi dan pangan akan terangkat lebih tinggi. Hal ini akan membawa tekanan inflasi pada banyak negara di dunia. Jika kondisi geopolitik ini berlangsung lama, maka dunia diperkirakan akan jatuh ke dalam resesi di akhir 2022 hingga 2023.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengingatkan secara global indikasi resesi seperti dekade 1970an, ditunjukkan oleh eskalasi perang, gangguan pada sisi pasokan, inflasi tinggi, dan pelambatan ekonomi di negara maju serta kenaikan suku bunga yang agresif.

Semua indikasi tersebut terbaca jelas saat ini dalam kondisi ekonomi global.

"Bisa dikatakan resesinya akan panjang butuh 3-5 tahun untuk recover apalagi belum ada kejelasan kapan perang rusia-ukraina akan berakhir," ujarnya.

Pasar dan investor di negara maju, terutama Amerika Serikat, saat ini.

Sinyal terbesar datang dari IMF. Managing Director International Monetary Fund (IMF) Kristalina Georgieva bahwa proyeksi ekonomi global gelap secara signifikan sejak April. 

Dia tidak bisa mengesampingkan kemungkinan resesi global tahun depan mengingat risiko yang tinggi.

Nomura Holdings Inc pun telah menyebutkan negara-negara yang kemungkinan jatuh ke zona resesi, yaitu Eurozone, Inggris, Jepang, Korea Selatan, Kanada, Australia dan AS.

"Tanda-tanda meningkat bahwa ekonomi dunia memasuki perlambatan pertumbuhan secara bersamaan," tulis Nomura.

Nomura menambahkan banyak negara tidak akan mampu menyandarkan diri pada ekspor untuk tumbuh.

"Ini membuat kami memperkirakan adanya resesi berkelanjutan."

Lebih lanjut, Bhima menuturkan bahwa dampak resesi yang bisa berkepanjangan (long recession) ini akan menekan nilai tukar rupiah.

"Proyeksinya menyentuh 16.000 pada akhir tahun ini," ungkapnya Bhima.

Adapun, inflasi pangan dan energi terus mendorong terjadinya stagflasi karena kenaikan harga tidak dibarengi dengan naiknya kesempatan kerja.

PMI Manufaktur kembali alami kontraksi dibawah level 50 karena naiknya biaya bahan baku dan perlambatan konsumsi domestik maupun permintaan ekspor.

"Suku bunga yang naik secara agresif menghambat laju penyaluran kredit perbankan," paparnya.

Bhima pun mengingatkan agar Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) melakukan stress test terhadap perbankan, asuransi dan lembaga keuangan lainnya, terutama berkaitan dengan dampak resesi di AS, keluarnya modal asing, dan kenaikan suku bunga yang eksesif.

Seperti diketahui, Fed Fund Rate naik lebih dari empat kali setahun

Dia juga berharap Bank Indonesia (BI) segera naikkan suku bunga 50 basis poin (bps).

"Ini sebagai langkah pre-emptives hadapi tekanan inflasi dan fluktuasi kurs di semester II/2022," tegasnya.

BI juga harus menambah negara mitra local currency settlement (LCS) dan beri insentif lebih besar bagi pelaku usaha ekspor agar menukar devisa dolar dengan rupiah

Kemudian, pemerintah harus memperbaiki jaring pengaman sistem keuangan terutama skenario 'bail in'.

Selain itu, pemerintah diharapkan meningkatkan serapan investor domestik dalam SBN untuk cegah volatilitas akibat keluarnya investor asing di pasar obligasi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hadijah Alaydrus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper