Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bos KAI: Proyek LRT Jabodebek Jadi Beban Keuangan Perseroan

Bos KAI menyebut proyek LRT Jabodebek justru menjadi beban keuangan perseroan.
Foto udara gerbong kereta Light Rail Transit (LRT) terparkir di jalur Pancoran, Jakarta, Rabu (12/1/2022). ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Foto udara gerbong kereta Light Rail Transit (LRT) terparkir di jalur Pancoran, Jakarta, Rabu (12/1/2022). ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Bisnis.com, JAKARTA - PT Kereta Api Indonesia (Persero) mengakui bahwa proyek Light Rail Transit atau LRT Jabodebek telah membebani perseroan.

Untuk diketahui, perusahaan perkeretaapian milik negara itu ditugaskan untuk membayar kebutuhan pembangunan sarana dan prasarana LRT sekitar Rp30 triliun.

Di sisi lain, Direktur Utama PT KAI Didiek Hartantyo menyebut perseroan masih mengalami kerugian per 2021 sebesar Rp359 miliar. Namun, kerugian tersebut jauh lebih rendah dari 2020 yakni tembus Rp1,69 triliun.

"Kerugian di 2020 sekitar Rp1,7 triliun akibat jumlah penumpang yang turun sangat signifikan. Pada 2021, kerugian ditekan hingga menjadi Rp359 miliar," tuturnya pada Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi V DPR, Rabu (6/7/2022).

Kerugian berhasil ditekan pada 2021 karena pendapatan yang mencapai sebesar Rp15,5 triliun pada tahun lalu, atau tumbuh 8 persen dari 2020. Pendapatan 2021 ditopang utamanya karena angkutan barang Rp7,4 triliun, angkutan penumpang Rp2,4 triliun, kompensasi dari pemerintah atau Public Service Obligation (PSO), serta pendapatan lainnya.

Sebelumnya, Didiek mencatat kontribusi KAI kepada pemerintah sebagai pemilik saham keseluruhan (100 persen) sempat mencapai posisi tertinggi pada 2019, atau setahun sebelum pandemi. Pada saat itu, perseroan pernah menyetorkan Rp3 triliun yang berasal dari pajak Rp1,6 triliun, PNBP Rp1 triliun, dan dividen Rp400 miliar.

Pada 2021, setoran pajak ke kas negara dari KAI sebesar Rp1 triliun dan PNBP Rp400 miliar. Sampai dengan Mei 2022, Didiek mencatat pendapatan berasal dari pajak tercatat sebesar Rp300 miliar dan PNBP sekitar Rp100 miliar.

"Pada 2020 walaupun rugi sekitar Rp1,7 triliun namun secara pajak kami tetap kontribusi Rp1,3 triliun dan PNBP Rp600 miliar," tuturnya.

Ke depan, KAI melihat kondisi semakin pulih sejalan dengan mobilitas penumpang yang semakin longgar sejak April 2022. Bersamaan dengan hal tersebut, KAI ditugaskan oleh pemerintah terkait dengan beberapa Proyek Strategis Nasional (PSN), salah satunya LRT Jabodebek.

Adapun, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No.49/2017, pemerintah menugaskan KAI untuk menjadi operator sekaligus menyediakan pembayaran sarana dan prasarana LRT Jabodebek. Pada saat itu, nilai proyek sebesar Rp29,9 triliun.

Kemudian, nilai proyek pada 2022 diungkap bengkak akibat kebutuhan pembebasan lahan dan pandemi Covid-19 senilai Rp2,6 triliun sehingga bertambah menjadi Rp32,5 triliun.

"Proyek ini agak aneh [karena] pemilik proyek Kementerian Perhubungan, kontraktornya Adhi Karya, dan di Perpres 49 [2017] PT KAI sebagai pembayar. Jadi kalau dibuka anatomi Perpres 49 itu memang ini sesuatu yang tidak wajar sebetulnya," terangnya.

Kendati demikian, Didiek menilai hal tersebut dilakukan demi menyelesaikan LRT Jabodebek yang merupakan Proyek Strategis Nasional.

Mantan Direktur Keuangan KAI ini lalu menyebut telah mendapatkan dukungan PMN atau Penyertaan Modal Negara sekitar Rp 10 triliun. Kemudian, sekitar Rp20 triliun sisanya dibayar melalui kredit sindikasi 15 bank yang dibayarkan oleh KAI, dengan jaminan pemerintah.

"Kami berutang itu Rp20 triliun sendiri. Jadi, bagaimana kami mengembalikan utang kalau tidak ditopang oleh PSO [public service obligation] untuk pengambilan infrastruktur [LRT]. Ini desainnya sudah tidak benar dari awal," ucap Didiek yang sebelumnya puluhan tahun berkarier sebagai bankir.

Didiek menceritakan riwayat proyek LRT sejak 2015. Proyek tersebut akhirnya diberi landasan hukum saat diterbitkannya Perpres No.49/2017 pada Mei, lima tahun yang lalu.

Namun, hingga 2017, proyek tersebut terkendala kesulitan soal penagihan ongkos pembangunan karena kontraktor BUMN saat itu belum berkontrak dengan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan.

Di sisi lain, Menteri Keuangan saat itu, kata Didiek, menyampaikan bahwa negara belum sanggup untuk mengeluarkan dana sebesar Rp29,9 triliun untuk proyek LRT. Akhirnya, pemerintah disebut memberikan dukungan dengan skema cicilan.

Akan tetapi, Didiek menilai hal tersebut juga belum sesuai dengan business model yang diatur oleh Perpres. Berdasarkan Perpres 49/2017, KAI ditugaskan sebagai penyelenggara pengoperasian, perawatan, serta pengusahaan proyek infrastruktur dan sarana LRT yang dijadikan satu proyek.

"Jadi, inilah LRT menjadi bagian dari PT Kereta Api Indonesia, dan ini akan menjadi beban," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper