Bisnis.com, JAKARTA – Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe mengatakan dirinya yakin dia dapat memulihkan ekonomi negara dari kebangkrutan. Namun, hal tersebut butuh hingga 18 bulan sebelum ekonomi kembali stabil.
Dilansir Channel News Asia, Wickremengshe sebelumnya mengatakan negaranya kini bangkrut dan tekanan dari krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya akan bertahan hingga akhir tahun depan.
Wickremesinghe mengatakan negara yang pernah makmur itu akan mengalami resesi yang dalam tahun ini dan kekurangan makanan, bahan bakar, dan obat-obatan akan terus berlanjut.
"Kami juga harus menghadapi kesulitan pada 2023. Inilah kebenarannya. Inilah kenyataannya," ungkapnya, dikutip Rabu (6/7/2022).
Wickremesinghe mengatakan upaya pemulihan ekonomi akan melewati masa-masa sulit pada tahun 2023, namun memprediksi bahwa segalanya akan membaik pada tahun 2024 mendatang.
Pemimpin berusia 73 tahun yang pada Mei menjadi perdana menteri untuk keenam kalinya tersebut mengatakan bahwa dia mengambil pekerjaan itu dalam keadaan luar biasa.
Baca Juga
“Sri Lanka mengalami hampir dua hari tanpa pemerintahan; keadaan menjadi tidak terkendali,” katanya dilansir dari Al Jazeera.
Ia mengatakan protes massa atas kekurangan bahan bakar dan listrik yang memaksa Mahinda Rajapaksa, pendahulunya dan saudara laki-laki Presiden Gotabaya Rajapaksa, untuk mengundurkan diri.
“Saya pikir ‘situasinya buruk, tapi Anda tidak dapat bertanya-tanya apakah Anda akan berhasil atau tidak. Saya akan mengambil alih dan bekerja untuk berhasil,'” kata Wickremesinghe, yang bertemu dengan presiden atas permintaan beberapa anggota parlemen dari partai yang berkuasa di Sri Lanka Podujana Peramuna.
Ia juga memiliki keyakinan bahwa dirinya dapat membalikkan keadaan ekonomi.
Negara kepulauan dengan penduduk 22 juta orang tersebut telah mengalami inflasi selama berbulan-bulan dan pemadaman listrik yang berkepanjangan setelah pemerintah kehabisan mata uang asing untuk mengimpor barang-barang vital.
Sri Lanka gagal membayar utang luar negerinya pada bulan April dan cadangan devisa yang dapat digunakan sangat rendah sehingga harus berjuang untuk menutupi kebutuhannya dari pasar internasional.
Di Kolombo, jalanan hampir kosong. Beberapa antrian panjang terlihat di dekat beberapa SPBU yang masih buka, tetapi institusi pendidikan, bisnis, dan kantor pemerintah tetap tutup. Hotel-hotel di ibu kota - yang dulu penuh dengan turis - berjuang untuk tetap bertahan karena penurunan okupansi yang tajam.
Wickremesinghe mengatakan mengatakan akan ada kekurangan bahan bakar sampai setidaknya 22 Juli saat jadwal pengiriman berikutnya.
“Kami membeli bahan bakar baik menggunakan jalur kredit India atau valuta asing yang kami dapatkan dari pengiriman uang. Itu [pengiriman uang] dalam jumlah kecil, tetapi bagaimanapun, kadang-kadang kita mendapatkan satu miliar dolar atau satu setengah miliar. Sisa cadangan dari yang kami terima dari kreditur sudah habis,” pungkasnya.