Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sri Mulyani: Wajib Pajak Perusahaan Relatif Bersih, Orang Pribadi Masih Jadi PR

Peningkatan kepatuhan wajib pajak orang pribadi tetap menjadi pekerjaan rumah, meskipun PPS sudah selesai.
Petugas melayani wajib pajak di salah satu kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta, Senin (20/6/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Petugas melayani wajib pajak di salah satu kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta, Senin (20/6/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Kepatuhan wajib pajak badan relatif lebih baik daripada wajib pajak orang pribadi. Hal ini tercermin dari tingginya jumlah peserta perorangan dalam program pengungkapan sukarela atau PPS.

Peningkatan kepatuhan wajib pajak orang pribadi tetap menjadi pekerjaan rumah, meskipun PPS sudah selesai.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan setelah PPS berlangsung selama enam bulan, pemerintah mencatat adanya pelaporan harta Rp594,8 triliun. Jumlah tersebut berasal dari 247.918 wajib pajak, yang terdiri dari wajib pajak badan dan orang pribadi.

PPS terdiri dari dua kebijakan, yakni Kebijakan I untuk eks peserta program pengampunan pajak (tax amnesty), baik wajib pajak badan maupun orang pribadi. Lalu, Kebijakan II hanya untuk wajib pajak orang pribadi, yang belum melaporkan harta dalam kurun 2016—2020.

Pemerintah mencatat bahwa di Kebijakan I terdapat 82.456 surat keterangan (suket) yang terdaftar, terdiri dari 4.067 suket milik wajib pajak badan dan 78.389 suket milik wajib pajak orang pribadi. Di Kebijakan II yang hanya untuk wajib orang pribadi, jumlahnya jauh lebih banyak, yakni mencapai 225.603 suket.

Menurut Sri Mulyani, data itu menunjukkan bahwa lebih banyak wajib pajak orang pribadi yang belum terselesaikan kewajiban perpajakannya. Hal tersebut menjadi cerminan pekerjaan rumah pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak orang pribadi setelah PPS usai.

"[Wajib pajak] badan itu sudah relatif bersih, yang lebih banyak memang ada di [wajib pajak] orang pribadi ini. Salah satunya berarti ada orang orang pribadi yang dulu itu tax amnesty belum seluruhnya [terungkap]," katanya dalam konferensi pers hasil kinerja PPS, Jumat (1/7/2022).

Sri Mulyani pun menilai terdapat kemungkinan bahwa wajib pajak orang pribadi baru merasa belum melaporkan hartanya antara 2016 hingga 2020, sehingga perlu mengikuti PPS. Tetapi, tetap saja, hal tersebut mencerminkan kepatuhan perpajakan yang belum maksimal.

Ke depannya, pemerintah akan memanfaatkan data eksternal dan internal, serta pertukaran informasi (automatic exchange of information/AEoI) dengan negara-negara lain untuk meningkatkan kepatuhan perpajakan, baik bagi wajib pajak orang pribadi maupun badan.

Sri Mulyani meyakini hal tersebut akan semakin menekan harta-harta 'ghaib' yang tidak berkontribusi terhadap penerimaan negara.

Ketika PPS ditutup, tercatat bahwa harta seluruh peserta yang berada di dalam negeri senilai Rp496,5 triliun dan hasil repatriasi atau dana yang ditarik masuk ke dalam negeri mencapai Rp512,57 triliun. Terdapat pula harta yang tetap berada di luar negeri senilai Rp59,91 triliun.

Sebagian besar harta yang terungkap di luar negeri ternyata berada di Singapura, yakni hingga Rp56,96 triliun milik 7.997 wajib pajak. Dari satu negara itu saja, pemerintah berhasil meraup pajak penghasilan (PPh) Rp7,29 triliun atas pengungkapan harta melalui PPS.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper