Bisnis.com, JAKARTA - Lion Air Group meminta pemerintah menyesuaikan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 20/2019 tentang penentuan Tarif Batas Atas dan Tarif Batas Bawah tiket pesawat agar sesuai dengan kondisi terkini pasca pandemi Covid-19.
Managing Director Lion Air Group Daniel Putut Kuncoro Adi mengatakan pasca pandemi, industri penerbangan perlahan mulai bangkit dari keterpurukan. Dia meminta dukungan dari seluruh stakeholder agar pemulihan ini kembali berlanjut.
"Kami melihat ada usulan kenaikan [TBA]. Demikian juga kami. Untuk bisa mereview PM 20/2019," ujarnya dalam RDP di Komisi V DPR/RI, Selasa (28/6/2022).
Di sisi lain, Daniel juga memaparkan sejumlah tantangan terus menghantui maskapai pasca pandemi. Mulai dari kurs dollar yang masi tinggi padahal mayoritas komponen pesawat dibayar dengan kurs dollar.
Belum lagi, beberapa vendor penyedia material pesawat banyak yang tutup sehingga vendor yang tersedia justru menjual alat-alat dan suku cadang menjadi lebih tinggi. Saat ini, harga avtur juga melambung tinggi sehingga pihaknya harus berkomunikasi intens dengan regulator.
Daniel pun menilai PM No.20/2019 yang diterbitkan sebelum pandemi wajib dikaji kembali agar lebih relevan dengan kondisi yang dihadapi maskapai.
Baca Juga
Dia meminta paling tidak dengan penaikan tersebut, maskapai dapat mengurangi biaya operasi karena alat utama bisnis penerbangan adalah pesawat. Di samping perubahan komponen harga pada alat produksi, adanya penyesuaian rute yang berpengaruh terhadap waktu tempuh membuat operator mengeluarkan biaya produksi lebih tinggi.
Daniel mencontohkan perubahan rute yang terjadi untuk penerbangan Jakarta-Tanjung Karang. Kalau dulunya Cengkareng-Tanjung Karang yang dulu bisa ditempuh 20 menit, saat ini dengan meningkatnya trafik bahkan bisa ditempuh hampir satu jam.
Dia juga mencontohkan rute Bali ke Lombok yang waktu penerbangannya berubah dan akhirnya berpengaruh ke beban biayabproduksi. Daniel khawatir apabila aturan lama tidak dikaji kembali, operator penerbangan tidak sanggup menjalankan rute-rute tertentu.
“Dengan kondisi 100 persen penuh pun belum bisa ambil profit dari situ. Kalau dipaksakan mengikuti TBA [saat ini], otomatis tidak sanggup menjalankan rute,” katanya.
Sebagai gambaran tingkat ketepatan waktu atau On Time Performance (OTP) Lion Group saat ini sebesar 73 persen. Tingkat OTP ini berdampak kepada pe undaan atau delay yang selama ini sering dikeluhkan penumpang.
Dari sisi, Load factor Lion Group baru mencapai 72 persen. Jumlah itu masih belum optimal dari sisi bisnis penerbangan.
Pasca pandemi, dia pun meminta agar pengembalian jam operasi bandara kembali direalisasikan operating hour. Dengan peningkatan frekuensi penerbangan yang ada saat ini, dia hanya bisa berharap mendapatkan solusi income.
Sebagai solusi lainnya, penambahan rute internasional juga dilakukan untuk memilih rute pas. Hal ini akan dilakukan dengan koordinasi bersama Kemenparekraf.