Bisnis.com, JAKARTA – Petani kelapa sawit meminta Presiden Jokowi untuk segera turun tangan di tengah kondisi merosotnya harga tandan buah segar (TBS) sawit yang terjadi merata di seluruh 22 provinsi penghasil sawit.
Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung meminta pemerintah khususnya Jokowi untuk segera mengurangi beban petani dari mahalnya biaya bea keluar (BK) dan pungutan ekspor (PE).
Berdasarkan hitungan Gulat, kebijakan BK, PE, domestic market obligation (DMO), domestic price obligation (DPO), dan flush out (FO) sangat membebankan petani karena menekan harga TBS.
“Pemerintah harus gerak cepat untuk mendongkrak harga TBS petani dengan cara mencabut peraturan yang menekan harga TBS petani. Saat ini peraturan yang kami sebut beban adalah BK, PE, DMO, DPO, dan FO," ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (23/6/2022).
Menghitung dari akarnya, jelas Gulat, harga CPO Rotterdam per 22 Juni 2022 di angka US$1.450 per ton atau setara Rp21.400 per kilogram.
“Jika angka ini [Rp21.400] jadi patokan maka harga TBS Indonesia adalah kisaran Rp4.200-4.500 per kilogram,” ujar Gulat kepada Bisnis.
Namun yang terjadi saat ini di lapangan, petani mendapat harga jauh di bawah dari angka tersebut bahkan di bawah harga penetapan dinas perkebunan.
Per 23 Juni 2022, TBS di tingkat petani swadaya rata-rata Rp1.127 per kilogram, padahal harga pokok penjualan (HPP) di perusahaan kelapa sawit sebesar Rp2.250/kg.
“Namun karena ada beban PE, BK, DMO, DPO, & FO serta pengapalan, maka harga CPO Rotterdam tersebut terkoreksi sebesar Rp.11.200. Artinya harga CPO Indonesia menjadi Rp10.200 per kilogram [Rp21.400-Rp11.200 = Rp10.200],” lanjutnya.
Gulat menjelaskan nilai CPO Rp10.200/kg ini mengakibatkan harga TBS Indonesia menjadi Rp2.000/kg. Realisasinya di dinas perkebunan dan PKS menjadi kisaran Rp1.600 hingga Rp1.900/kg TBS. Bahkan, katanya, ada petani kecil yang hanya mendapatkan bayaran Rp600/kg TBS.
Untuk itu, Apkasindo mengusulkan untuk mencabut kebijakan yang menjadi beban atau menurunkan bea keluar yang semula US$288 per ton menjadi US$200/ton serta menekan pungutan ekspor menjadi US$100.
Dengan demikian, harga CPO domestik dapat terkoreksi lebih sedikit dan menaikkan TBS di petani menjadi Rp3.400 per kilogram.
Artinya, harga TBS dapat mencapai Rp4.500/kg jika tanpa beban. Bila beban hanya dikurangi penurunan BK dan PE maka harga menjadi Rp3.400/kg. Sementara bila beban tersebut tidak dihilangkan sama sekali, maka petani hanya menerima harga TBS yang berlaku saat ini.
Secara keseluruhan, berbagai kondisi jadi penyebab merosotnya harga TBS di petani, mulai dari harga CPO global, beban BK dan PE, serta lambatnya flush out yang membuat serapan CPO lambat atau bahkan terhenti.
“Jadi semuanya tergantung Presiden Jokowi, jika ingin membantu petani sawit mendapatkan haknya, maka opsi kedua adalah pilihan [beban hanya PE dan BK] maka harga TBS petani akan terdongkrak menjadi Rp3.400/kg. Namun jika tetap menggunakan opsi full beban, maka harga TBS petani seperti saat ini,” ujarnya.