Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

"PR" Mendag Zulikifli Hasan, Banjir Impor Pakaian Bekas Gerus IKM

Terkait impor pakaian bekas sendiri, sejatinya pemerintah telah melarang hal tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18/2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Pakaian bekas/Istimewa
Pakaian bekas/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA- Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) mengatakan impor pakaian bekas telah memberikan pukulan telak kepada industri kecil menengah (IKM). Sebab, di Indonesia produsen pakaian 80 persennya adalah IKM.

Sekretaris Jenderal APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan pakaian impor bekas telah memangkas 12-15 persen atau setara 250 ribu potong yang merupakan pangsa pasar IKM dari total produksi pakaian jadi sebesar 2,8 juta pcs per bulan. Dia pun meminta agar Kementerian Perdagangan dan aparat penegak hukum tegas dalam menegakkan aturan.

“Dampaknya ke kita harusnya beli produksi kita tapi akhirnya beli impor. Sebab produsen pakaian pakaian ini kan adalah IKM, 80 persen sisanya [produsen] besar. Kalau secara nilai 60 persen, tapi volume 80 persen [produksi] IKM yang membuat. Kalau negara kalah, IKM jadi korban,” ujar Redma saat dihubungi, Kamis (16/6/2022).

Menurut Redma, akibat pembiaran impor pakaian bekas ini, akan menimbulkan efek domino. “Di daerah daerah pinggiran, mereka bikin toko sendiri second branded. Ada harganya Rp 30 ribu, 40 ribu. Jaket besar harganya segitu. Gak mungkin segitu kan, bahannya aja gak ngejar. Mereka ngambil market 12-15 persen IKM, berarti sekitar 250 ribu potong dikalikan US$3-5 dolar. Belum efek ke produsen kain, benang atau ke hulunya,” jelas Redma.

Terkait impor pakaian bekas sendiri, sejatinya pemerintah telah melarang hal tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18/2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Namun, menurut Redma, Kemendag tidak pernah mengusut hal tersebut.

“Sebenarnya bukan karena permintaan [impor baju bekas] tapi karena importir tidak pernah ditindak tegas. Masyarakat kan membeli apa yang ada di pasar. Itu alasan dari orang-orang pemerintah, bea cukai, [bilangnya] ada permintaan,” ujar Redma.

Redma menduga, derasnya pakaian impor bekas ini juga disebabkan pihak Kemendag dan aparat seperti Bea Cukai serta impor berkongkalingkong. “Pedagang [pakian bekas impor] itu kan ada di Senen. Kemendag berapa kilo sih dari Senen. Di sana ada Direktorat Pengawasan Niaga dan Direktorat Perlindungan Konsumen. Ada ketidakmampuan dan permainan mata di antara aparat dengan para importir ini,” ungkap Redma.

Dia menilai seharusnya Kemendag mengkoordinir apparat agar hal ini tidak terus terulang. Pasalnya fenomena maraknya impor pakaian bekas sudah bertahun-tahun. “Saya pikir orang Bea Cukai tahu siapa saja importirnya. Kan ada pengawasan dan perlindungan konsumen, ada dua direktorat itu di Kemendag. Mereka yang mengoordinasikan aparat. Cuma tidak pernah ditindak, kalau mereka bermain mata ya wassalam,” ujar Redma.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR-RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel menyayangkan masih terjadi impor pakaian bekas di Indonesia, padahal itu melanggar peraturan dan mengancam keberadaan industri garmen kecil dan rumahan. "Ini sangat merugikan industri garmen rumahan yang berskala UMKM dan juga tidak ramah lingkungan," kata Rachmat Gobel melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (12/6/2022).

Dia mengatakan masih maraknya impor pakaian bekas dengan nilai triliunan rupiah, bahkan angkanya terus meningkat sejak 2017. Dia juga menyebutkan, pakaian bekas berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan karena di negara asalnya dikategori limbah dan sampah. "Tak semua pakaian bekas itu bisa layak pakai dan akan menjadi sampah bagi Indonesia," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Indra Gunawan
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper