Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani melihat adanya kenaikan tarif dasar listrik mendatang tetap akan memberikan pertumbuhan ekonomi.
“Saya melihatnya sampai dengan semester 2 ini masih dapat terjadi pertumbuhan,” ujar Hariyadi, Senin (13/6/2022).
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral resmi menaikkan TDL bagi kelompok pelanggan 3.500 Volt Ampere (VA) ke atas mulai 1 Juli 2022. Kementerian ESDM memutuskan menyesuaikan tarif dasar listrik untuk golongan R2 (3.500-5.500 VA), R3 (6.600 VA ke atas), dan sektor pemerintah.
Meski masih di masa pandemi Covid-19, momen saat ini sudah tidak ada pembatasan sosial atau pelarangan perjalanan yang membuat pengusaha harus menutup sementara usahanya.
“Beda waktu pandemi ada pembatasan, jadi usaha pun berhenti, sekarang mereka masih dapat menjalankan usahanya. Masih bisa tumbuh mungkin sedikit lambat,” lanjut Hariyadi.
Kenaikan tarif tersebut otomatis akan berdampak terhadap daya beli masyarakat namun selama tidak ada pembatasan sosial, menurut Hariyadi, produksi akan terus berjalan dengan penyesuaian biaya produksi dan harga jual.
Baca Juga
Keputusan yang tertuang dalam Surat Menteri ESDM No. T-162/TL.04/MEM.L/2022 tanggal 2 Juni 2022 tentang Penyesuaian Tarif Tenaga Listrik (Periode Juli – September 2022) bukan hanya untuk golongan rumah tangga yang mampu, juga berlaku di sektor pemerintahan.
Dengan adanya penyesuaian tarif, pelanggan rumah tangga R2 (1,7 juta pelanggan) dan R3 (316.000 pelanggan) tarifnya disesuaikan dari Rp1.444,7 per kilowatt hour (kWh) menjadi Rp1.699,53 per kWh.
Sementara itu, pelanggan pemerintah P1 dengan daya 6.600 VA hingga 200 kilovolt ampere (kVA) dan P3 tarifnya disesuaikan dari Rp1.444,7 kWh menjadi Rp1.699,53 per kWh. Sementara pelanggan pemerintah P2 dengan daya di atas 200 kVA tarifnya disesuaikan dari Rp1.114,74 kWh menjadi Rp 1.522,88 kWh.
Dari sisi pengusaha sendiri, yakni Apindo, sudah lama mengusulkan adanya penyesuaian tarif tersebut dalam rangka menjaga keekonomian Indonesia.
“Jadi intinya kita bisa memahami untuk penyesuaian harga itu karena memang kalo ngga, keekonomiannya jomplang,” kata Hariyadi.