Bisnis.com, JAKARTA- Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai pemerintah harus memberikan diskon tarif listrik kepada industri tekstil sebagai sektor padat karya.
Menurut Bhima, diskon tarif listrik mesti diberikan karena beberapa sektor usaha masih berada di fase pemulihan setelah terdampak pandemi Covid-19.
"Diskon tarif listrik tetap harus diberikan ke industri yang membutuhkan. Salah satunya adalah potongan sebesar 50 persen hanya berlaku untuk biaya beban dan biaya pemakaian rekening minimum," ujarnya kepada Bisnis, Senin (13/6/2022).
Diberitakan sebelumnya, pelaku industri tekstil mengeluhkan tingginya tarif listrik waktu beban puncak (WBP) yang dikenakan pemerintah. Kendati demikian, pemerintah sudah menerapkan penyesuaian tarif listrik terhadap industri.
Dalam pemaparannya, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana menjelaskan industri tekstil masuk ke dalam sektor yang mendapatkan penyesuaian tarif golongan B-2 atau bisnis besar.
Golongan bisnis besar atau B-2 yang mendapatkan penyesuaian tarif (tariff adjustment) terdiri atas perusahaan dengan daya antara 6.600 VA dan sampai dengan 200 KVA.
Baca Juga
Tarif adjustment diterapkan dengan sejumlah ketentuan. Pertama, dilaksanakan setiap 3 bulan apabila terjadi perubahan, baik peningkatan maupun penurunan faktor yang bersifat uncontrollable.
"Faktor-faktor tersebut antara lain, kurs, inflasi, ICP, dan harga batubara," seperti dikutip dari paparan Rida dalam konferensi pers terkait dengan tarif listrik kuartal III/2022, Senin (13/6/2022).
Kedua, penyesuaian tarif menggunakan data rata-rata bulan kelima, keempat, dan ketiga. Keempat, ditetapkan oleh Direksi PT PLN (Persero) setelah mendapatkan persetujuan menteri.
Kelima, PLN wajib mengumumkan pelaksanaan tariff adjustment kepada konsumen sebelum pelaksanaan tariff adjustment.
Sebagai informasi, penerapan tariff adjustment tersebut dilaksanakan berdasarkan Permen ESDM No. 28/2016 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
Kendati sudah ada penyesuaian, tarif listrik masih menjadi masalah bagi produsen di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Tanah Air.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serta dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Wirawasta mencatat beberapa poin yang saat ini dinilai tidak fair mengenai ongkos listrik di industri tekstil.
Pertama, tingginya tarif waktu beban puncak (WBP). Redma menyebut tarif WBP yang dikenakan terhadap industri tekstil saat ini 50 persen lebih tinggi dibandingkan dengan tarif normal.
"Untuk peak hour atau beban puncak. Ini naik 50 persen dari tarif normal," kata Redma kepada Bisnis.
Kedua, tidak adanya pemotongan tarif atau diskon untuk pemakaian pada jam malam. Menurutnya, diskon diperlukan seiring dengan beralihnya penggunaan listrik di industri dari pembangkit baru bara ke PT Perusahaan Listrik Negara (PLN)
Redma mengatakan peralihan tersebut dilakukan karena harga baru bara mengalami pelonjakan.