Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gerus Daya Beli Masyarakat, PHRI Harap Penundaan Kenaikan Tarif Listrik

Industri pariwisata khususnya hotel dan restoran berharap adanya penundaan kenaikan tarif dasar listrik karena dikhawatirkan akan menggerus daya beli masyarakat.
Kondisi desa pariwisata, Desa Ende, di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Jumat (19/11/2021), yang siap menyambut ajang internasional WSBK 2021 dan MotoGP 2022 di Mandalika, Lombok, NTB. ANTARA/HO-KSP.
Kondisi desa pariwisata, Desa Ende, di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Jumat (19/11/2021), yang siap menyambut ajang internasional WSBK 2021 dan MotoGP 2022 di Mandalika, Lombok, NTB. ANTARA/HO-KSP.

Bisnis.com, JAKARTA – Meski sektor industri tidak terdampak kenaikan tarif dasar listrik (TDL), Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menilai kebijakan tersebut akan berdampak pada daya beli masyarakat.

Seperti diketahui, pemerintah resmi menaikkan TDL bagi kelompok pelanggan 3.500 Volt Ampere (VA) ke atas mulai 1 Juli 2022. Jika dirinci, penyesuaian TDL akan berlaku bagi golongan R2 (3.500-5.500 VA), R3 (6.600 va ke atas) dan sektor pemerintah. 

Industri pariwisata terus mendapatkan tantangan di tengah usahanya untuk bangkit dari pandemi Covid-19. Kini, salah satunya tantangannya adanya kenaikan TDL yang akan menggerus daya beli masyarakat.

Selain kenaikan tarif listrik, tergerusnya daya beli masyarakat juga sudah dipengaruhi sejumlah faktor antara lain kenaikan harga pangan, BBM, dan PPN. 

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran berharap pemerintah menunda kebijakan kenaikan tarif listrik tersebut karena daya beli merupakan faktor krusial terhadap pemulihan sektor pariwisata.

“Untuk memberi ruang pemulihan itu pertama menyehatkan usahanya dahulu, kalau sudah meningkat, serapan tenaga kerja membaik, baru kita katakan bahwa industri ini sudah berangsur pulih,” ujar Maulana, Senin (13/6/2022).

Menurutnya, masih sulit bagi pelaku industri hotel dan restoran untuk bertahan di situasi sekarang. Maulana mengatakan saat ini pengusaha sektor pariwisata masih dapat bertahan berkat perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit perbankan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dari 31 Maret 2022 menjadi 31 Maret 2023, sesuai POJK No. 17/2021 dan POJK No. 18/2021.

Dengan demikian, dana yang semestinya dikeluarkan oleh pengusaha untuk membayar berbagai tagihan masih dapat tertahan lantaran adanya perpanjangan relaksasi tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper