Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Sentral Jepang Lanjutkan Pelonggaran Moneter

Gubernur Bank of Japan Haruhiko Kuroda mengatakan bahwa sejumlah data menunjukkan perkiraan inflasi meningkat dan toleransi kenaikan harga pada rumah tangga juga meningkat.
Bank of Japan. /Reuters
Bank of Japan. /Reuters

Bisnis.com, JAKARTA — Bank of Japan menetapkan langkah mantapnya untuk tidak memilih jalan pengetatan moneter setelah sejumlah indikator ekonomi yang positif dan inflasi yang stabil.

Gubernur Bank of Japan Haruhiko Kuroda mengatakan bahwa sejumlah data menunjukkan perkiraan inflasi meningkat dan toleransi kenaikan harga pada rumah tangga juga meningkat.

"Ini bisa menjadi sebuah perubahan penting dari perspektif pencapaian inflasi yang berkelanjutan," katanya dalam pertemuan Kisaragi-kai atau kebijakan ekonomi dan moneter bank sentral, seperti dilansir Bloomberg pada Senin (6/6/2022).

Jepang mencatatkan indeks harga konsumen (CPI) sebesar 2,1 persen pada April, melampaui target BOJ sebesar 2 persen. Angka yang melampaui target itu pertama kalinya sejak musim panas pada 2008.

Kendati demikian, Jepang masih membutuhkan stimulus moneter dari bank sentral karena negara ini belum mencapai pemulihan setelah mencatatkan pertumbuhan PDB sebesar minus 1 persen sepanjang Januari - Maret 2022 dari kuartal sebelumnya.

Berbeda halnya dengan Amerika Serikat dan Eropa, di mana Federal Reserve (The Fed) dan European Central Bank (ECB) yang sedang mempersiapkan pengerekan suku bunga acuan untuk mengendalikan harga, Jepang justru mencatatkan lemahnya pertumbuhan upah.

"Dalam situasi ini, pengetatan moneter bukanlah langkah yang tepat. Prioritas utama bagi kami adalah untuk terus melanjutkan pelonggaran moneter agresif saat ini [untuk mendukung kegiatan ekonomi]," terang Kuroda.

Menurutnya, Jepang masih bisa menstimulasi permintaan karena kenaikan harga belum memengaruhi perekonomian.

Sebuah studi yang dilakukan oleh ahli peneliti inflasi Tsutomu Watanabe menunjukkan bahwa 56 persen rakyat Jepang akan menerima kenaikan harga barang supermarket hingga 10 persen.

Penelitian tersebut melibat 20.821 orang. Ketahanan masyarakat terhadap inflasi naik dibandingkan dengan 43 persen pada survei sebelumnya tahun lalu.

Menurutnya, tabungan rumah tangga semasa pandemi menjelaskan masyarakat menjadi lebih siap menerima kenaikan harga.

Namun, bank sentral akan terus mengambil sikap tegas untuk pelonggaran agar dapat memastikan iklim ekonomi yang menguntungkan sehingga upah naik bersamaan dengan ekspektasi harga yang lebih tinggi dan toleransi menyebabkan inflasi yang berkelanjutan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nindya Aldila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper