Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menyatakan bahwa subsidi dan kompensasi menjadi instrumen utama untuk menghadapi laju kenaikan inflasi. Harapannya kebijakan tersebut dapat menjaga daya beli masyarakat.
Sejauh ini, pemerintah mencatat inflasi di Indonesia masih dalam rentang proyeksi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), laju inflasi Mei 2022 mencapai 3,55 persen, naik dari posisi April 2022 di 3,47 persen. Catatan inflasi pada Mei 2022 itu menjadi yang tertinggi sejak Desember 2017.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan bahwa kenaikan inflasi terkait dengan tekanan harga komoditas global dan dampak dari kenaikan permintaan saat masa lebaran. Komoditas pangan menjadi kontributor terbesar terhadap kenaikan inflasi bulan lalu.
Dia menyebut bahwa pemberian subsidi dan kompensasi energi dapat menjadi salah satu instrumen untuk menjaga proses pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat, terutama terkait akses terhadap kebutuhan pangan dan energi. Oleh karena itu, pemerintah bersama DPR menyetujui tambahan alokasi subsidi dan kompensasi dalam APBN 2022.
"Dengan tambahan alokasi tersebut, ditambah berbagai kebijakan stabilisasi harga lainnya, tingkat inflasi domestik diharapkan terus terjaga sehingga mampu menjaga daya beli masyarakat. Hal ini sangat penting untuk memastikan tren pemulihan ekonomi Indonesia yang masih berada dalam tahap awal terus berlanjut," ujar Febrio pada Jumat (3/6/2022).
Dia menyebut bahwa APBN berperan sebagai peredam kejut (shock absorber) untuk meminimalisasi dampak kenaikan harga komoditas energi dan pangan global terhadap masyarakat. Penyaluran subsidi dan kompensasi membuat tekanan dari kenaikan harga itu terserap oleh APBN, sehingga harga di masyarakat tidak terganggu.
Baca Juga
Adapun, inflasi secara bulanan pada Mei 2022 tercatat turun ke 0,40 persen, dari April 2022 pada level 0,95 persen. Lalu, inflasi inti pada Mei 2022 tercatat di angka 2,58 persen, turun tipis dari posisi April 2,60 persen.
BPS mencatat bahwa terdapat peningkatan inflasi pada komoditas jasa, seperti rekreasi dan jasa restoran. Komoditas inti pangan juga mengalami kenaikan seperti ikan segar dan roti manis, tetapi di sisi lain terdapat perlambatan inflasi sandang dan perawatan pribadi.
"Ke depan, perlu diwaspadai faktor musim kemarau basah yang mendorong penurunan produktivitas aneka cabai dan kenaikan harga pupuk yang dapat mendorong naiknya harga bahan pangan umum seiring pembatasan ekspor pangan dan pupuk di 10 negara," ujar Febrio.