Bisnis.com, JAKARTA — PT Aneka Tambang Tbk. atau Antam (ANTM) menargetkan pembentukan perusahaan patungan atau joint venture untuk pengembangan proyek baterai kendaraan listrik terintegrasi dengan PT Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co, Ltd (CBL) dan LG Energy Solution (LG) dapat rampung pada akhir 2022.
Adapun, penandatanganan kerangka kerja sama antara Indonesia Battery Corporation atau PT IBC sebagai strategic investment holding dengan dua perusahaan asing itu sudah dilakukan pada 14 April 2022.
“Kita sudah tanda tangan framework April 2022 lalu, saat ini kita sedang menyelesaikan penyusunan feasibility study proyek dan penyiapan transaksi pembentukan joint venture,” kata Direktur Operasi dan Produksi Antam, I Dewa Bagus Sugata Wirantaya saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, Kamis (2/6/2022).
Adapun, holding baterai kendaraan listrik itu belakangan tengah mengajukan pengembangan ekosistem industri baterai untuk masuk ke dalam proyek strategis nasional (PSN). Dewa mengatakan peta jalan dari PSN itu sudah disusun oleh Antam bersama dengan IBC.
Nantinya, Dewa mengatakan, Antam bakal mengambil porsi operasi yang relatif besar pada sisi hulu terkait dengan penambangan dan pengolahan bijih nikel lewat teknologi HPAL dan RKEF. Setelah itu, olahan nikel menjadi kimia baterai dan katoda yang belakangan dibentuk ke dalam sel baterai.
“Akhirnya menjadi baterai daur ulang, Antam terlibat penuh di dalam hulu di dalam penambangan bijih nikel dan proses HPAL dan RKEF sementara IBC pada kegiatan hilirisasi untuk melakukan proses pendauran baterai,” ujarnya.
Baca Juga
Lewat joint venture itu, penambangan dan pengolahan bijih nikel bakal diintensifkan pada pabrik pengolahan dan pemurnian atau smelter feronikel milik Antam di Tanjung Buli, Halmahera Timur. Adapun smelter itu memiliki kapasitas 13.500 ton nikel per tahun dengan kemajuan konstruksi sudah mencapai 98 persen pada Desember 2021.
“Tentu kita punya bahan bakunya sementara kita berharap dari LG dan CBL ini mereka punya jaringan global yang bisa kita dapatkan,” tuturnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur Utama PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho menyampaikan total investasi proyek baterai kendaraan listrik secara end-to-end diperkirakan mencapai US$15,3 miliar. Pembangunan pabrik baterai cell menjadi bagian dari rantai nilai ekosistem baterai yang membutuhkan biaya investasi paling besar.
Untuk membangun pabrik baterai cell dengan kapasitas 140 gigawatt hour (GWh) per tahun, biaya capital expenditure (capex) yang dibutuhkan diperkirakan mencapai US$6,73 miliar. Selain baterai cell, pembangunan pabrik katoda juga membutuhkan biaya yang cukup tinggi, yakni sekitar US$3,83 miliar.
"Yang paling mahal itu masuk ke katoda dan baterai cell karena di situ salah satu teknologi yang presisi sekali. Kalau saya lihat cara mereka bekerja untuk dapatkan konsistensi produk baterai dan kualitas itu hitung-hitungan toleransinya sudah mendekati nano meter presisinya," ujar Toto dalam sebuah webinar, Kamis (24/6/2021).
Adapun, untuk membangun smelter untuk mengolah bijih nikel menjadi nikel sulfat dengan teknologi RKEF dan HPAL membutuhkan capex sekitar US$2,6-US$2,7 miliar. Sisanya, kebutuhan investasi diperlukan untuk proyek tambang nikel senilai US$160 juta, pabrik daur ulang baterai US$30 juta, dan pengembangan energy storage system (ESS) senilai US$40 juta.